Transkrip Wawancara. Hari/Tanggal. : Kamis 21 Januari 2016 Pukul 14 Wita. Tempat. : Palindi, kec.kambera, waingapu/sumba timur. Sumber Informasi. : Paulus.
44 pages

183 KB – 44 Pages

PAGE – 2 ============
PEDOMAN PERTANYAAN PENELITIAN TENTANG PERAN AKTOR DALAM UPAYA PENYEDERHANAAN ADAT KEMATIAN DI DESA RAMUK, KABUPATEN SUMBA TIMUR (Pedoman Pertanyaan Forum Peduli Adat Pangadangu Mahamu) 1. Bagaimana sejarah adat kematian yang bapak pahami baik yang dulu maupun sekarang? 2. Apa makna dan tujuan adat kematian? 3. Bagaimana susunan, tata cara dan tahap-tahap pelaksanaan adat kematian yang dilakukan di sumba timur ? 4. Bagaimana dampaknya terhadap kehidupan sosial budaya, ekonomi maupun agama? 5. Bagaimana latar belakang munculnya kebijakan penyederhanan adat kematian? 6. Bagaimana proses terbentuknya forum dan wacana penyederhanaan adat kematian?Insiatifnya siapa atau pemikiran awalnya siapa? 7. Bagaimana bentuk wacana kebijakan penyederhanaan adat kematian? 8. Apa saja isi dari kebijakan penyederhanaan adat ini/apa saja yang disosialisasikan di masyarakat ? 9. Bagaimana proses implementasi kebijakannya? Bagaimana respon masyarakat terhadap kebijakan penyederhanaan adat kematian ini ? 10. Bagaimana peran lembaga agama, budaya maupun pemerintah dalam menanggapi wacana ini ? 11. Apa posisi bapak dalam forum? apa saja peran dan tugas dalam forum? 12. Saat sosialisasi penyederhanaan adat bagaimana tanggapan masyarakat/kabihu? 13. Dalam pertemuan pertema itu apa saja yang bapak lakukan ? 14. Pada sosialisasi/pertemuan pertama itu dihadiri oleh siapa saja? Bagaimana hasilnya? 15. Sosialisasi yang kedua ini dihadiri oleh siapa saja? 16. Setelah sosialisasi kedua ini apa saja yang bapak lakukan? 17. Setelah sosialisasi pertama berapa lama lagi waktu yang diberikan kepada masyarakat untuk mempraktekkan penyederhanaan adat, maksudnya berapa jarak waktu antara sosialisasi pertama, kedua sampai saat deklarasi? 18. Bagaimana kerjasama tokoh-tokoh di desa ini? Bagaimana peran tokoh-tokoh di desa ? 19. Apa tujuan pribadi dari bapak untuk turut serta dalam proses ini ? 20. Apa yang mendorong bapak untuk berpartisipasi dalam proses penyederhanaan adat kematian? 21. Apa hambatan yang dihadapi dalam melakukan sosialisasi pak ?

PAGE – 3 ============
PEDOMAN PERTANYAAN TOKOH ADAT/ MASYARAKAT/ PEMERINTAH DESA (Tim Forum Peduli Adat Tingkat Desa) 1. Bagaimana sejarah singkat adat kematian yang bapak pahami baik yang dulu maupun sekarang? 2. Apa makna dan tujuan adat kematian? 3. Bagaimana susunan, tata cara dan tahap-tahap pelaksanaan adat kematian yang dilakukan di sumba timur ? 4. Bagaimana dampaknya terhadap kehidupan sosial budaya, ekonomi maupun agama? 5. Bagaimana latar belakang munculnya kebijakan penyederhanan adat kematian? 6. Bagaimana proses terbentuknya wacana kebijakan penyederhanaan adat kematian?Insiatifnya siapa atau pemikirannya siapa ? 7. Bagaimana bentuk wacana kebijakan penyederhanaan adat kematian? 8. Apa saja isi dari kebijakan penyederhanaan adat ini/ apa saja yang disosialisasikan di masyarakat ? 9. Bagaimana proses implementasi kebijakannya? Bagaimana respon masyarakat terhadap kebijakan penyederhanaan adat kematian ini ? 10. Bagaimana peran lembaga agama, budaya maupun pemerintah dalam menanggapi wacana ini ? 11. Apa posisi bapak di desa ini ? 12. Bagaimana respon awal masyarakat, waktu ajak mereka diskusi dan sosiali sasi? 13. Bagaimana dengan orang-orang yang kontra? Bagaimana cara membujuk mereka untuk mau terima penyerderhanaan adat? dan kira-kira berapa lama waktu dibutuhkan untuk yakinkan masyarakat supaya sederhanakan adat? 14. Di desa ini ada berapa diadakan kali sosialisasi atau pertemuan? 15. Setelah sosialisasi terakhir tahun 2014, bagaimana respon masyarakat? 16. Sebagai tokoh adat/masyarakat/pemerintah bagaimana tanggapan bapak tentang penyerderhanaan adat? 17. Apa yang mendorong/melatarbelakangi ? atau apa tujuan bapak untuk turut serta dalam proses penyederhanaan adat kematian ini? 18. Bagaimana peran bapak dalam proses sosialisasi penyederhanaan adat kematian ini ? 19. Apa hambatan yang dihadapi dalam proses ini?

PAGE – 4 ============
Transkrip Wawancara Hari/Tanggal : Kamis 21 Januari 2016 Pukul 14 Wita Tempat : Palindi, kec.kambera, waingapu/sumba timur Sumber Informasi : Paulus. K. Tarap (64 Tahun) Posisi dalam Forum : Wakil Ketua II dalam forum peduli adat pangadangu mahamu Perannya : 1. Membantu tugas-tugas Ketua dan membantu tugas ketua apabila berhalangan. Membuat konsep kebijakan penyederhanaan adat kematian 2. Tim pelaksana sosialisasi didesa. 3. Melakukan sosialisasi penyederhanaan adat kematian di desa P :bagaiamana sejarah singkat adat kematian ? N : Kami di forum lebih lihat persoalan kematian ini dari pemahaman iman kristiani bahwa dalam pelaksanaan adat kematian adanya dualisme upacara adat dan ini se banarnya tidak boleh. Tapi di lihat dari segi budaya sudah terjadi pergeseran nilai, adat kematian kalau leluhur orang Sumba itu di hahar malai kataka lindi watu (tempat permulaan leluhur nenek moyang orang Sumba) dalam menguburkan orang mati itu paling t iga hari kubur kalau bangsawan paling tujuh hari kubur. Tidak ada istilah pakameting atau segala macam tetapi cara pelaksanaan adat itu jalan liturgi Marapu jalan, hamayangnya jalan jadi tidak ada padangang, pakameting . Pakameting itu baru ada di era 30 -an terjadi setelah ada pergeseran nilai itu ketika dulu terjadi perang antara raja -raja karena ada tawanan -tawanan perang sehingga muncullah yang namanya punya orang dalam rumah (ata/budak). Nah mulai tahun 70 -an itu orang Sumba ini bergesar nilainya jadi kalau dia maramba dia bisa tumbung (pukul gong), padangang (seperti perbudakan/ata), pakametin g (tata cara menjamu tamu berdasarkan aspek pembawaan dan cara membalasnya). Pakameting sekarang sering dimaknai lain yaitu orang melakukan upacara adat kematian ini seolah -olah menunjukkan bahwa orang itu hebat atau mampu. Pada hal jaman ada dulu hanya pengaruh jarak jauh saja itu istilahnya bekal di jalan untuk keluarga yang jauh supaya jangan lapar di jalan makanya kasih su dah bekal sepert mbalang la anda kameti . Tetapi sekarang ini pakameting banyak orang memaknai lain hal itu tampak dalam adat kematian yaitu dalam aspek mengundang dan cara membalas pemberian yera anakawani . Pelaksanaa n adat kematian sekarang ini berubah itu disebabkan karena gengsi sosial kita tinggi . Karena konstruksi makna itu lebih pada ekonomi dan prestice sosial atau orang sumba bilang kabamata sudah. Misalnya pada saat kematian kita orang Sumba ini walaupun tidak memiliki apa -apa dalam rumah tetapi adat tetap jalan jadi mulai hutang kiri kanan hanya untuk lakukan up acara adat yang bermewah -mewah. Nah ini yang berdampak pada ekonomi dan juga pendidikan. Jadi itulah mengapa kami bentuk ini forum untuk mengajak masya rakat supaya melakukan upacara adat yang lebih sederhana. Kami di forum ini juga berpedoman pada pelaksanaan adat kematian yang dilakukan oleh leluhur kita yang pertama na yaitu kami ingin mengembalikan apa yang sudah dilakukan oleh leluhur dulu

PAGE – 5 ============
P : apa makna adat kematian menurut bapak ? N : Makna adat kematian ini sebagai salah satu konstruksi sosial, untuk mempererat hubungan kekerabatan dan kekeluargaan . Kekarabatan itu makna nya bagi kita sebagai orang Sumba. Kemudian gotong royong dari segi sosial budaya itu sangat nampa k kita orang Sumba. Kita saling membagi beban, saling membagi duka itu terbangun sekali kita orang Sumba itu makna adat kematian sehingga orang tanpa di undang pun datang sendiri, karena itu jadi relasi kekeluargaan . Sebenarnya tidak perlu juga kalau kita mau kubur itu kita undang tanpa diundang sebenarnya orang datang sendiri itu karena relasi kekeluargaan kita kuat P : apa tujuan adat kematian baik dari segi ekonomi, politik, sosial budaya maupun agama ? N : itu tadi tujuannya dari sisi sosial ya lebih mempererat hubungan kekeluargaan, kegotong royongan juga ada di sana saling meringankan beban berbagi duka, saling menghibur dan sebagainya. Membangun kekarabatan itu kita orang sumba itu terbangun sekali. Kalau dari sisi ekonomi memang disini perlu perdebatan karena kita sudah terjebak seperti yang saya bilang tadi kita orang sumba timur ini, terjebak dari posisi sosial, prestice sosial kepada hal-hal yang sebenarnya tidak boleh dilakukan dan tidak boleh terjadi dan itu berdampak pada persoalan ekonomi karena itu sekarang kita lakukan penyederhanaan adat sehingga dengan demikian ekonomi kita terbangun ada penghematan biaya disana dan ada penghematan waktu dan tenaga. Kalau dari aspek politik juga sama itu tadi karena prestice sosial to jadi kalau misalnya orang sumba ini lebih kepada gengsi sosial orang sumba bilang kabamata sudah to padahal tidak punya apa-apa juga sebenarnya tapi karena gengsi sosial mau tidak mau wahhh orang bilang apa sama saya ini misalnya kalau bapa saya meninggal nenek saya meninggal nggara wanna gakka tai tau itu namanya gengsi sosial. nah gengsi sosial ini berdampak pada ekonomi tadi. Kalau dari sisi politik itu tadi prestise itu kalau di politik ada pengaruh misalnya kaitan dengan budaya adat kematian itu tadi mempertontonkan pamor sosialnya mempertontonkan gengsi sosialnya sehingga secara politik orang bisa menilai bahwa dia adalah keyparson dalam sosial dalam lingkup itu dan itu berbahaya. Sangat berbaahaya ketika dia menjadi person sosial dan itu sangat berbahaya dari aspek ekonomi dan juga aspek politik itu pengaruhnya besar itu. Kalau dari segi agama kita orang sumba GKS ini sudah terjebak karena nama gereja kita gereja kristen sumba pendeta-pendeta begini masih gereja secara teologia saya dulu 25 tahun masih bekerja sebagai pelayan di kanatang kurang lebih 5 tahun itu maramba sudah kristen, liturgi pemakaman secara kristen jalan tetapi setelah selesai di kembalikan kepada budaya dan itu tidak boleh karena itu bertentangan kalau kristen, ya kristen jangan lagi masuk ke budaya marapu yang misalnya dia berdoa dia kasih makan sudah. Nah dari sisi iman itu yesus itu lahir, yesus itu mati di kayu salib sorenya kubur oleh yusuf arematea berangkat dari pemahaman alkitab ini filosofi ini tidak ada alasan bagi kita orang kristen untuk menyimpan mayat lama-lama tetapi karena konstruksi sosial itu menjaga hubungan kekearabatan, hungan kekeluargaan bisa 3 hari 4 hari itu yang kita angkat di forum adat. Jadi saya kemarin saya kritisi saya seminar ke pendeta-pendeta terus di depan sekolah teologi lewa saya bilang begini GKS tidak boleh lihat identitas dari kesumbaannya itu keliru budaya ini budaya sumba timur baik itu adat kematian maupun adat perkawinan itu menggambarkan kesumbaan kita kepada nilai luar tetapi kita menggambarkan kesumbaan nilai luar budaya kita dengan berpengaruh pada ekonomi, pendidikan itu sebenarnya tidak boleh karena nilai sekarang sudah bergeser. Nilai- nilai

PAGE – 6 ============
itu bergeser karena banyak yang sekolah ke luar-luar daerah sudah makin mempunyai pendidikan sudah serjana makin banyak dan cukup bagus itu persoalannya disitu. P : Bagaimana pelaksanaan adat kematian yang sering dilakukan ? N : Nah ini sekarang yang dicoba di rubah kita dari forum adat ini kita. nilai luhur dalam adat kematian itu kita tidak rubah, nilai sosial yang yang terbangun juga kita tidak rubah. Tapi yang ingin kita coba sederhanakan adalah dari sisi lama waktu penyimpanan mayat kalau dulu saya sudah bilang tadi kalau ketika leluhur kita di hahar malai kataka lindi watu itu 3 hari untuk menengah kebawah 7 hari untuk maramba di atas. Tidak ada sistem pakameting itu keaslian budaya kita orang sumba timur. itu tadi pergeseran nilai kerena penjajahan belanda dulu ada perang antara maramba-maramba ada tawanan di sana. Di sini bahwa ada yang menunjukkan punya orang dalam rumah, atau punya budak dalam rumah jadi kalau mati dia itu papanggang. itu prestise sosial ada inilah tugas kalian generasi muda kedepan ini bagaimana kita membangun dan menata itu lebih baik lagi. Jadi bentuk pelaksanan saja yang di rubah kita kembalikan cara leluhur kita dulu jadi kita ambil angka menengahnya saja. Angka menengah itu dari sisi budaya kita orang sumba kalau pekanya haromu ndjangu mba mbuta rumba wanda nduka (kubur besok sama halnya dengan cabut rumput). Itu tidak bagus harus 4 hari kalau bilang 3 hari kualat lagi begitu kan. itu kan kita adopsi sendiri hal seperti pada hal itu juga tidak ada sebenarnya hanya pikiran kita saja oleh karena kebiasaan yang di lakukan berpengaruh pada cara berfikir ya itu yang keliru jadi sekarang kita tawarkan maksimal 8 hari jadi 2 hari bisa 3 hari bisa 4 hari dan seterusnya. Ya kalau mungkin ada golongan bangsawan/maramba kalau meninggal mungkin 3 hari baru di panggil semua kabihu jadi kita ini sekarang kembalikan kepada keasliannya jadi kita patokannya 8 hari itu satu dan yang kedua kita juga tidak melarang bagaimana melaksanakan adat soal hubungan sosial itu tadi yang ingin kita tawarkan tadi lama penyimpanan mayat, dan persoalan makan minum, cara undangnya. Kalau dulu cara undangnyakan harus kalau dia pihak yera ngandina mamuli kalau dia anakawini ngandinaya kamba kan itu sekarang yang kita coba tawarkan supaya tidak boleh lagi terjadi persoalan mati ini persoalan yang tidak bisa dihubungkan dengan persoalan adat ini, adat liluri itu yang kita tawarkan makannya juga tidak ada pakameting lagi tapi bagaimana menghargai nakalembi yera itu yang kita tawarkan tapi tidak harus lagi njaka hambulu ya na yera aii harus 10 ekor babi yang disiapkan tidak lagi 1 ekor 2 ekor sudah menghargai. Sama juga dengan anakawini begitu bukan hanya yera saja kalau dia marga lain 1 ekor babi juga na kametina kan nah filosofinya apa disitu kan kalau dari sisi ekonomi kita rugi, disisi pendidikan juga berpengaruh itu dia yang saya bilang prestise sosial. Terkadang kita ini biarpun keluarga dekat tidak undang, biarpun keluarga tapi dia tidak pergi untuk ikut karena itu tadi menjaga kabamata ini sebenarnya tidak boleh. itulah yang saya bilang tadi nilai-nilai bergeser,persoalan kematian ini ya bukan kita yang rencanakan harus mati ini tapi itu kan tuhan yang menentukan hidup kita ini jadi begitu meninggal ketika sebenarnya orang sumba itu sadar bahwa persoalan kematian adalah dalam membangun kekarabatan njaka wanda tidak perlu diundang karena gengsi sosial itu tadi. ohh saya tidak diundang dia tidak pergi kalau tidak sebentar kalau tidak di undang dia bilang nyumuka manganya wana maduika inikan pemikiran bodohkan dan ini yang harus dirubah/terjadi perubahan nilai dalam adat kematian. p : bagaimana dampak adat kematian terhadap kehidupan sosial ekonomi, maupun sosial budaya ? N : ohh kalau dari kehidupan sosial kita, misalnya tadi kaitannya dengan adat kematian secara umum. Kalau kaitannya dengan politik itu punya pengaruh loh, dia pengaruh besar misalnya begini saya adalah mungkin orang yang mempunyai pengaruh sosial yang luar biasa disini marga saya atau lingkungan saya kan. orang tanpa

PAGE – 8 ============
kita punya leluhur orang sumba ini yang sampai mereka bagi ada yang ke tabundung, ke anakalang, ada yang ke rindi, ada yang ke melolo, ada yang ke mangili dan lain-lain. Tapi setelah di bagi-bagi ini wilayah datang belanda terjadi peperangan antar kampung- kampung antar raja-raja disini ada raja tabundung, ada raja rende, ada raja di pau, di lewa dan raja kambera itu yang terjadi sehingga kita ini terbangun dari konstruksi pada hal sebenarnya berangkat dari itu kita berasal dari leluhur di hahar malai kataka lindi watu di sana sudah terjadi ini budaya tetapi karena terjadi perang banyak orang dalam rumah yang merupakan tawanan perang, ekonomi juga makin berkembang. P : bagaimana proses terbentuknya penyederhanaan adat ini ? itu awalnya inisiatifnya siapa ? N : ya itu tadi kita laksanakan melalui seminar-seminar dari tahun 2007 stelah itu terus berkembang sampai pada tahun 2011 sudah mulai ada sosialisasi ke desa-desa sampai sekarang ini. Dan ini aturan yang kita buat kita sosialisasikan dulu ke desa-desa apakah masyarakat setuju dengan kebijakan yang kita sudah buat atau tidak disitu juga kan ada revisi dan perbaikan lagi isi kebijakannya. Jadi kami beberapa orang waktu itu seminar WVI, itu seminar budaya tahun 2007 jadi kami diundang waktu itu banyaklah kami yang diundang tokoh-tokoh sumba timur baik dari gender, tokoh-tokoh agama, masyarakat, tokoh pemuda dan lain sebagainya pada tahun 2007 seminar. Nah ketika waktu kami seminar ada dari jakarta dari WVI pusat dia di bagian devisi budaya, diskusi-diskusi pokoknya perdebatan cukup panjang lah disitu. Kita bentuklah tim salah satu timnya adalah saya, pak lapoe, pak marius korumuki, pendeta elias, pendeta andreas hani kami coba merumuskan itu dari diskusi-diskusi tadi seminar kita seminar-seminar lagi rumuskan lagi kita seminarkan lagi kita tuangkan sudah dalam satu konsep kita seminarkan ini konsep. Kita seminarkan ini gagasan, kita keluar daerah kita seminarkan lagi di daerah-daerah lain waktu pertemuan kita seminarkan di kedutaan australia kita seminarkan dan responya luar biasa waktu itu setelah respon bagus begitu waktu itu kita buat sudah satu instrument. Nah instrument itu yang kami gunakan jadi ada instrument lamanya penyimpanan mayat, yang kedua cara mengundangnya, yang ketiga cara makan minum/pakameting, cara palumburungu/cara pemakaiannya nah itu yang terjadi nah ini pembatasan-pembatasan yang kita lakukan. Instrument itu sekarang kita tuangkan dalam akte notaris. Nah sehingga waktu ada akte notaris itu kita agak ke pengurusannya, ada dewan penasihatnya, ada pengawasannya. Ya memang tantangan ketika kita berada di forum harus punya kebaranian di marga kita untuk melakukan itu tadi jika kita hanya sekedar pergi omong besar, sosialisasi ke desa- desa begitu na tumbuka nda lakabba mata wikinda (terjadi kematian di keluarga kita sendiri) kita tidak berdaya. Itu kan perlu sekali di pertimbangkan. Yang berani jalan dengan berbagai konstruksi ini saya dengan pak marius korumuki itu kami dua yang sudah jalan penyederhanaan adat. Marganya pak marius di burukulu marga wikki dia sudah jalan jadi dari pengalaman dia yang pertama sekali lakukan di sumba timur jadi dia deklarasi sendiri waktu itu. Dia undang bupati dan DPR dia lakukan deklarasi sendiri setelah lakukan itu WVI mulai galang kekuatan bersama sudah untuk mulai mensosialisasikan ini kebijakan adat. P : bagaimana proses implementasi kebijakan ini ? N : Di 55 desa yang kita sudah lakukan sosialisasi itu sudah jalan 80% tinggal 20% itu tinggal mereka yang golongan marambakan tapi yang 80% yang menengah kebawah sudah jalankan tapi ada juga yang maramba yang sudah jalan walaupun belum semua. Kususnya di ramuk ini sudah 2 kali sosialisasi dan mereka sudah jalan tinggal deklarasi lagi. P : bagaimana respon masyarakat terhadap kebijakan ini ?

PAGE – 9 ============
N : Sangat sekali, luar biasa responnya itu makanya ketika kita sosialisasi- sosialisasi dorang jalan bahkan ada yang menangis mereka bilang kenapa ini tidak dari dulu dipikirkan mereka bilang begitu. Jadi saya bilang kita tidak berada dalam bingkai pemerintahan tapi ini kan berangkat pada keterpanggilan moral, kita coba menawarkan ide gagasan ini pada masyarakat paling bawah kalau kita tawarkan kepada pemerintah ini peraturan yang kita sudah di buat tadi pasti ada perdebatan cukup panjang karena ini kan terkait dengan persoalan politik ketika misalnya bupati mengeluarkan perda. Bupati kabangaya dia rubah kita punya budaya bagi mereka yang tidak paham. Jadi muncul pemikiran negetif jadi dia bilang jangan pilih lagi nanti kalau mau calon lagi pasti dia bilang begitu. P : Bagaimana peran lembaga agama ,budaya ? N : Oh hampir ke klasis-klasis mereka menerima secara umum. Kemarin juga di sinode saya kasih makalah disana jadi lewat sinode di ramuk waktu tahun 2014 baru-baru yang di ramuk saya yang kasih makalah dengan pendeta elias. GKS sangat menerima sekali bukan hanya sumba timur saja tapi semua GKS yang ada di sumba. Kemudian waktu itu kita lanjutkan lagi dengan seminar khusus dengan pendeta-pendeta di gedung hapu bay kita lanjutkan lagi dengan implementasinya disana kemudian kita lanjutkan lagi secara teknis sampailah kita pada kesimpulan bahwa kalau kubur ya kubur sudah meskipun ada pendeta yang masih agak ekstrim tapi bagi kami di forum kalau hanya 10% saja biarkan saja to kita bilang begitu. Jadi mereka sangat respon baik tokoh agama, tokoh masyarakat karena sudah 54 desa sudah terima ini dan penerimaan masyarakat ini luar biasa yang 20% ini belum karena faktor maramba tadi to. Ya kalau lembaga budaya ini mereka respon sekali baik itu wunang, tokoh adat, marga-marga yang ada mereka senang sekali makanya pada saat sosialisasi itu pertama- tama kami dekati pertama kali ini tokoh-tokoh yang berpengaruh di kabihu-kabihu, wunangnya dan tokoh masyarakat lainnya. Ini kan kami dekati mereka supaya kami juga kuat dan melibatkan langsung tokoh-tokoh budaya kan. Dan ada yang menarik juga dengan lembaga budaya ini kami disetiap deklarasi kemana-mana tikam babi sebagai at oleh lembaga forum adat dan masyarakat. P : Apa posisi bapak dalam forum? N : saya sebagai wakil ketua II di forum ini. P : Apa saja peran dan tugas bapak? N : Ya memberikan pemahaman di masyarakat dengan mensosialisasikan penyederhanaan adat di desa-desa. Jadi kami buat forum ini untuk sama-sama turun di desa-desa untuk sosialisasikan ini persoalan kematian. Jadi kalau di forum ini saya berperan juga ya membantu tugas-tugas ketua kalau tidak ada misalnya dalam setiap rapat kepengurusan forum itu kalau ketua tidak ada pasti saya dengan bapak marius yang turut ambil bagian dalam rapat ya kita kumpulkan semua anggota-anggota forum kemudian kita buat planning apa yang harus dilakukan lagi begitu na. saya juga berperan membuat konsep penyederhanaan adat disitu jadi point-point mana saja yang harus disederhanakan begitu. Jadi tidak berhenti disitu itu nanti konsep yang sudah di buat kita sosialisasikan dulu kalau masyarakatnya mau terima ya oke kita lajut tetapi kalau tidak terima kita revisi lagi dan sosialisasikan lagi sesuai permintaan dari masyarakat. itu yang kami lakukan di forum ini. P : Kalau dalam sosialisasi penyederhanaan adat kematian di desa apa saja perannya ? N : kalau sudah turun sosialisasi itu biasanya saya ini sebagai narasumber, kadang juga sebagaai pembawa materi karena kami dari forum ini satu desa hanya dua orang saja

PAGE – 10 ============
karena kami pake tim kalau setiap kali turun misalnya satu desa dua orang begitu. kalau kami turun di desa itu kami ini mencari tokoh-tokoh kunci yang berpengaruh di desa itu untuk kami jadikan kekuatan kami nanti ketika kami ini sosialisasikan penyederhanaan adat begitu na jadi kami ambil sudah tokoh kunci macam pemerintah, tokoh adat, tokoh masyarakat, agama dan lain-lain itu salah satu cara kami ketika kami turun di des a. P : Saat sosialisasi penyederhanaan adat bagaimana tanggapan masyarakat/ kabihu? N : ohh.ya sangat sennang sekali, luar biasa responnya itumakanya ketika kita sosialisasi-sosialisasi dorang jalan bahkan ada yang menangis mereka bilang kenapa ini tidak dari dulu dipikirkan mereka bilang begitu, jadi saya bilang kita tidak berada dalam bingkai pemerintahan tapi ini kan berangkat pada keterpanggilan moral kita coba menawarkan ide gagasan ini pada masyarakat paling bawah kalau kita tawarkan kepada pemerintah ini peraturan yang kita sudah di buat tadi pasti ada perdebatan cukup panjang karena ini kan terkait dengan persoalan politik sudah. Kalau di desa Ramuk ini rata-rata menerima dan mau menerapkan penyederhanaan adat kematian kemarin saat saya sampaikan materi pada tahun 2014 mereka meminta saya untuk lakukan deklarasi di ramuk begitu. P : Sosialisasi/pertemuan pertama itu dihadiri oleh siapa saja? Bagaimana hasilnya? N : pertemuan pertama itu kami undang tokoh-tokoh kunci di desa untuk datang diskusi dan musyawarah dengan kami dalam membahas persoalan adat kematian ini. jadi yang hadir waktu itu yang kami undang pemerintah desa, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lain-lain. pola pendekatan yang kita bangun yaitu relasi kekeluargaan,relasi masyarakat yang kita bangun untuk menerima ide ini. Yang di ramuk itu kamu bagus coba tanya di kamu punya bapa begitu kita sosialisasikan, kan saya sosialisasikan saya tidur dirumahnya kepala desa yang pertama dan yang kedua sosialisasikan besar-besaran yang pertama kan itu yang di kantor desa. Kemarin di ramuk itu 100 lebih tokoh yang hadir dan itu luar biasa, saya junjung mereka untuk menyampaikan ide pemikiran mereka yang harus kita tangkap ternyata responnya sangat positif,tidak ada perbedaan pandangan semua yang ada waktu itu semua tokoh-tokoh elit yang ada menengah ada semua. Karena itu dorang minta deklarasi yang lalu sebenarnya tapi karena kita punya kesibukan yang lalu maka kita tunda tahun ini sudah. P : Dalam pertemuan yang pertama itu apa saja yang bapak lakukan ? N : Banyak memang ada sesuai anggaran rumah tangga ini yang kita lakukan. yang kami lakukan itu kami komunikasi dengan tokoh-tokoh dulu kemudian lakukan sosialisasi lalu kita lakukan pendekatan lagi dengan tokoh agama,adat, masyarakat. Yang sering saya lakukan ya berkomunikasilah dengan tokoh-tokoh di tingkat desa habis itu saya bahas ini instrument kebijakan apakah ini cocok di desa ini atau tidak saya bilang begitu setelah itu kalau sudah sepakat kita rencana untuk sosialisasikan sudah ini setelah itu kita buatkan ini dalam bentuk tertulis yang sudah di sepakati bersama nah begitu misalnya nanti deklarasi begitu. P : bagaimana dengan cara pendekatan yang dilakukan sebelum masuk ke desa ? N : Pola pendekatan ini yang kita lakukan adalah pola kekeluargaan jadi yang kita lakukan itu ada beberapa tahap. pertama kita lakukan pendekatan dulu dengan toko-toko di desa itu ada beberapa marga misalnya ada 10 marga k ira-kira diantara 10 marga itu sapa yang paling berpengaruh di situ ah kita lakukan pendekatan dengan mereka kita komunikasikan. Nah kita sudah yakinkan mereka oke ahh baru kita apa kita tentukan waktu sosialisasinya. Kita jadwalkan itu pertemuan kami komunikasi lagi dengan tokoh desa kalau sudah oke kami pergi lagi untuk sosialisasikan ini materi bersama dengan tokoh-tokoh yang ada di desa. Setelah hal ini baru kita beranjak pada toko-toko agama,toko masyarakat yang ada disitu kita sosialisasikan lagi. jadi misalnya ada 5 keluarga atau 5 tokoh dari marga itu yang suda sepaham dengan kita ya mudah sudah

PAGE – 11 ============
kalau kita sosialisasikan untuk ambil keputusan kita dalam bentuk forum adat antar desa suda sangat mudah begitu. Di forum adat tingkat desa itu yang kita ambil tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh pemerintah desa. Kita sudah deklarasi nanti dari marga di masing-masing situ diambil tokoh-tokoh sebagai saksi untuk bentuk satu perjanjian supaya tidak lagi di langgar. Jadi anggota forum yang kami bentuk di desa ini membantu kami untuk melihat, mengevaluasi prilaku masyarakat untuk menyederhanakan adat. P : Sosialisasi yang kedua ini dihadiri oleh siapa saja? N : itu tadi yang saya bilang sosialisasi besar-besaran saat sinode di ramuk yang kurang lebih 100 lebih tokoh yang hadir di situ, ada tokoh agamanya, tokoh adatnya, masyarakatnya, dan pemerintah juga. P : apa peranan bapak dalam proses perumusan kebutuhan terkait dengan adat kematian di desa? N : Oh kita hanya merumuskan kebutuhan-kebutuhan ekonomi saja, di situ kita tidak bisa lakukan apa-apa seperti otoriter begitu nanti orang tidak akan terima kita jadi kita harus meghargai semua pandangan,semua pendapat, semua pikiran kemudian kita rangkum kita tawarkan lagi. Setelah itu oke sama-sama jalan aman dan tidak ada tantangan jadi untuk mengambil kebijakan untuk mengambil keputusan karna itu didalam osialisasi kita dalam pertemuan-pertemuan kekeluargaan kita memberi luang kepada mereka seluas-luasnya untuk memberikan ide fikiran dan gagasan mereka kemudian itu sudah rangkum kita tawar mereka kemudian itu sudah rangkuman kita tawar kembali lagi. jadi tidak boleh memang kita mengambil keputusan hati-hati sekali karna ini keputusan sosial budaya kan coba ini keputusan macam kamu punya bapa panitia desa kamu kerja atau tidak ,kerja bakti sudah to ko berani melawan ini pemerintah desa disini tidak bisa begitu. P : Setelah sosialisasi apa saja yang bapak lakukan? N : Memang kami di forum itu adakan dua sampai tiga kali rapat kepengurusan forum. Jadi begini dalam sosialisasi inikan ada pertemuan yang pertama itu pertemuan dengan orang-orang kunci di desa ya pedakatan kekeluargaan dulu kita bangun komunikasi dan relasi dengan tokoh-tokoh. Kita identifikasi dulu persoalan/ masalahnya sebelum kita menyampaikan ini instrument yang kami sudah buat dan itu memang lebih kita gali persoalan adat kematianya. Sesudah itu kami bilang sudah di tokoh-tokoh tadi bagaimana kalau kita sosialisasikan ini penyederhanaan adat kematian kita bilang, jadi mereka bilang oke ya kita sepakat sudah dengan mereka untuk lakukan sosialisasi begitu. Dengan begitu kami tentukan sudah waktu untuk lakukan sosialisasi di masyarakat karena sesuai juga dengan keingian kami dan tokoh-tokoh yang ada di desa oke kita jalan kita bilang begitu. Setelah selesai sosialisasi apa yang sudah dihasilkan dan sudah disepakati bersama oleh masyarakat kami bawa lagi itu ke rapat kepengurusan forum nantinya. Sehingga dalam pertemuan forum itu kami di situ bahas ulang sudah to. Begini hasil sosialisasi di desa ini kami biang begitu sudah di depan teman-teman forum, konsep yang kami buat ini kan tidak semua mmasyarakat langsung terima kan jadi ada beberapa memeng yang kurang sesuai dengan harapan masyarakat begitu jadi di desa waktu sosialisasi itu kalau masyarakat kurang terima dengan konsep yang kami sudah buat kami langsung revisi memang di situ sesuai permintaan masyarakat. Jadi itu lah kami di forum ini selesai sosiaisasi langsung lakukan evaluasi ulang memang. Jadi maksudnya kami ini tidak memaksa masyarakat ikut dengan konsep yang kami sudah buat tapi kami berikan kebebasan kepada mereka biar mereka yang rumuskan sendiri persoalannya. P : Setelah sosialisasi pertama berapa lama lagi waktu yang diberikan kepada masyarakat untuk mempraktekkan penyederhanaan adat, maksudny a berapa jarak waktu antara sosialisasi pertama, kedua sampai saat deklarasi?

183 KB – 44 Pages