by H Acara — Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Seri Hukum. Sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal. 48. 4). Terhadap putusan Pengadilan Tinggi
191 pages

192 KB – 191 Pages

PAGE – 3 ============
iiPerpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Dr. Fence M. Wantu, SH., MH. HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA Penerbit, 2014 vi+184 hal.; 16 x 24cm. Diterbitkan oleh: REVIVA CENDEKIA Penulis : Dr. Fence M. Wantu, SH., MH. Cover dan Lay Out : Paxyto ISBN Cetakan I, April 2014 Hak penerbitan ada pada REVIVA CENDEKIA Diterbitkan oleh: UNG Press Jl. Jend. Sudirman No. 06 Telp. (0435) 823105; Faks. (0435) 823105; Kota Gorontalo

PAGE – 4 ============
iiiSanksi Pelanggaran Pasal 44 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta :1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan dan memperbanyak suatu ucapan atau member ijin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dengan penjara dan/ atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.- (seratus juta rupiah)2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000.- (lima puluh juta rupiah)

PAGE – 5 ============
ivKata Pengantar Puji syukur kepada Allah SWT, karena dengan kuasanya penulis dapat menyelesaikan penyusunan buku Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) sesuai rencana waktu yang telah ditentukan. Kehadiran buku ini sesungguhnya diperlukan untuk menambah pengetahuan siapapun yang belajar tentang hukum acara PTUN. Kehadiran buku Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara diharapkan dapat membawa manfaat terutama bagi mahasiswa, para dosen hukum acara PTUN, praktisi hukum, advokat, dan hakim itu sendiri. Selain itu kehadiran buku ini diharapkan dapat menambah tegaknya ideologi proses peradilan PTUN yang jujur dari awal pemeriksaan perkara sampai dengan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga keadilan yang diharapkan terutama oleh para pihak yang berperkara dan masyarakat dapat diwujudkan. Kehadiran dari buku ini sesungguhnya masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan berbagai kritik yang bersifat konstruktif dalam rangka penyempurnaan segala kekurangan yang ada di dalam tulisan buku ini. Pada akhirnya Penulis mengucapkan terimakasih kepada Penerbit Reviva Cendekia Yogyakarta, yang telah memberikan sumbangsih atas penerbitan buku ini, semoga bagian kecil dari ilmu pengetahuan hukum di bidang acara ini dapat membawa amal tersendiri bagi Penulis. Amin. Yogyakarta, April 2013 Tim Penulis

PAGE – 6 ============
vDaftar Isi Kata Pengantar iv Daftar Isi . v BAB I. Pendahuluan A. Potret Kekuasaan Kehakiman 1 B. Sejarah Perundang-Undangan PTUN 4 C. Peristilahan dan Pengertian PTUN .. 9 D. Makna Perubahan Undang-Undang TUN . 9 E. Persamaan Dan Perbedaan PTUN dan Peradilan (Acara) Perdata .. 10 F. Subjek Dan Objek PTUN . 23 BAB II. Sistem Hukum Dan Sistem Peradilan Tata Usaha Negara A. Sistem Hukum . 27 B. Sistem Peradilan .. 31 C. Sistem Peradilan Tata Usaha Negara . 34 D. Sengketa PTUN .. 36 BAB III. Kewenangan dan Asas Hukum Acara PTUN A. Kewenangan PTUN .. 41 B. Asas Hukum .. 41 C. Asas Hukum Acara PTUN 42 BAB IV. Pengajuan Gugatan Ke PTUN A. Alasan Mengajukan Gugatan Ke PTUN . 47 B. Waktu Pengajuan Gugatan PTUN 49 C. Syarat Gugatan PTUN . 51 D. Isi Gugatan PTUN . 53 BAB V Pemeriksaan Sengketa PTUN A. Pemeriksaan Persiapan . 55

PAGE – 8 ============
1Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Seri HukumBAB I.Pendahuluan A. Potret Kekuasaan Kehakiman Dalam sejarah perkembangannya, konsep negara hukum pada dasarnya dibagi dalam dua jenis, yaitu negara hukum dalam Hukum Eropa Kontinental yang dikenal dengan istilah Rechtsstaat , dan konsep negara hukum pada negara Anglosaxon yang dikenal dengan istilah Rule of Law . Ciri-ciri dari kedua konsep negara hukum tersebut pada dasarnya tidak jauh berbeda, yaitu sebagaimana dikemukakan oleh Friedricht Julius Stahl 1 bahwa ciri-ciri negara hukum pada Negara Hukum Eropa Kontinental adalah, ada perlindungan hak asasi manusia, ada pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia, pemerintah dilaksanakan berdasarkan peraturan ( wetmatigheid van bestuur ) dan ada peradilan administrasi dalam perselisihan. Ciri-ciri negara hukum pada Negara Anglosaxon adalah adanya supremasi hukum dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum, ada kedudukan yang sama di depan hukum baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat ( equaility before the law ), terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang dan keputusan pengadilan. Kekuasaan kehakiman dapat dikatakan menempati posisi strategis dalam negara hukum. Hal ini sesuai dengan apa yang ditegaskan oleh UUD 1945 yang berbunyi finegara Indonesia berdasar atas hukum ( rechtsstaat ), dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka ( machtstaat ).2Hal itu sesuai dengan ketentuan yang menyatakan kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang di dalamnya berisi tugas untuk melaksanakan prinsip-prinsip hukum melalui diantaranya peradilan. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 3Mewujudkan penegakan hukum di bidang kekuasaan kehakiman 1 Seno Adji, 1980 , Peradilan Bebas Negara Hukum. Penerbit Erlangga, Jakarta. Hlm 152 Fence M. Wantu, 2011, idee des Recht: Kepastian Hukum, keadilan, kemanfaatan (Implementasi Dalam Proses Peradilan Perdata). Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarata. Hlm 6 3 Pasal 24 ayat (1) UUD 1945

PAGE – 9 ============
2Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Seri Hukumyang bebas, merdeka dan mandiri merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam kerangka negara hukum dan demokrasi. Hal tersebut secara universal ditegaskan dalam fi Basic Principles On The Independence Of Judiciary fl yang diajukan sebagai Resolusi Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 40 tanggal 29 November 1985. Resolusi tersebut menegaskan bahwa fikekuasaan kehakiman yang bebas, merdeka, dan mandiri adalah suatu proses peradilan yang bebas dari setiap pembatasan, pengaruh yang tidak pada tempatnya, hasutan dan tekanan atau campur tangan langsung dan tidak langsung terhadap proses peradilanfl. 4UU No 4 tahun 2004 jo UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang ada di Indonesia telah memberikan dasar pijakan bagi kekuasaan kehakiman untuk menegakkan keadilan. Namun fakta hukum umumnya menunjukkan adanya ketidakpercayaan masyarakat pada kekuasaan kehakiman dikarenakan salah satu faktor utamanya adalah putusan hakim yang belum mencerminkan nilai keadilan yang didambakan para pencari keadilan. Hal tersebut berlaku juga dalam putusan hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara. Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan dalam 3 (tiga) tingkatan peradilan, yaitu: 1. Makhamah Agung; sebagai pengadilan tertinggi dalam kekuasaan kehakiman, yang berfungsi untuk memeriksa di tingkat kasasi perkara yang telah diputus oleh pengadilan ditingkat bawahnya. Mahkamah Agung mempunyai tempat kedudukan di Ibu Kota Negara Indonesia, yaitu Jakarta. 2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara; yang mempunyai tugas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, yaitu: 1). Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus Sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding.2). Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya. 3). P engadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama 4 Resolusi Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 40 tanggal 29 November 1985

PAGE – 10 ============
3Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Seri HukumSengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48.4). Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diajukan permohonan kasasi. 3. Pengadilan Tata Usaha Negara yang mempunyai tugas pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara di tingkat pertama. Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di tingkat kabupaten, namun belum semua kabupaten di Indonesia memiliki Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk berdasarkan Kepres, yang pertama sekali terbentuk berdasarkan Kepres Nomor 52 Tahun 1990 adalah Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya dan Ujung Pandang. Selanjutnya yang dibentuk berdasarkan Kepres Nomor 16 Tahun 1992 adalah Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, Bandung dan Padang. Selanjutnya tugas pokok Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, yaitu: 1. Memeriksa dan memutus di tingkat banding terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. 2. Memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir apabila ada sengketa kewenangan untuk mengadili. 3. Memeriksa, memutus dan menyelesaikan pada tingkat pertama terhadap Sengketa Tata Usaha Negara yang telah menempuh upaya administrasi berupa banding administrasi atau keberatan dan banding administrasi (Pasal 48 dan Surat Edaran MA Nomor 2 Tahun 1991). Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di tingkat propinsi yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang pertama kali dibentuk berdasarkan Undang- undang Nomor 10 Tahun 1990 adalah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, Medan dan Ujung Pandang. Melihat kenyataan bahwa proses peradilan sering menimbulkan ketidaknyamanan dalam masyarakat termasuk juga proses peradilan dalam sengketa tata usaha negara, perlu dikemukakan apa yang menjadi kritik pendapat dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan di Indonesia.

PAGE – 11 ============
4Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Seri HukumLembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan di Indonesia, khususnya menyangkut reformasi kekuasaan kehakiman di Indonesia menegaskan bahwa yang harus menjadi inti dari reformasi di bidang kekuasaan kehakiman adalah sebagai berikut: Pertama, mewujudkan kekuasaan kehakiman sebagai sebuah institusi yang independen; Kedua, mengembalikan fungsi hakiki dari kekuasaan kehakiman untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum; Ketiga, menjalankan fungsi chek and balances bagi institusi kenegaraan lainnya; Keempat, mendorong dan memfasilitasi serta menegakkan prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis guna mewujudkan kedaulatan rakyat; Kelima, melindungi martabat manusia dalam bentuk yang paling kongkrit. 5Selain itu menurut kesimpulan dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan 6 di Indonesia, bahwa kondisi kekuasaan kehakiman di Indonesia tampak masih memprihatinkan dan secara umum dapat dikatakan bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia tidak mandiri, tidak bersih dan tidak profesional. Penyebab kondisi ini ditinjau dari 3 (tiga) aspek, yaitu sebagai berikut: Pertama, aspek ketatanegaraan; Kedua, kelembagaan pengadilan; Ketiga, aspek penegak hukum. Berdasarkan asumsi Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan di Indonesia, dihubungkan dengan kekuasaan kehakiman di bidang Sengketa Tata Usaha Negara, maka sudah saatnya reformasi dalam peradilan tata usaha negara dilakukan. Perubahan pertama dan perubahan kedua UU No 5 tahun 1986 merupakan langkah awal menuju reformasi peradilan tata usaha negara yang dapat memberi kepuasaan kepada pencari keadilan dalam lapangan hukum admonistratif. B. Sejarah Perundang-Undangan PTUN Berdasarkan sejarah yang ada, di zaman pemerintahan Hindia Belanda tidak dikenal adanya Peradilan TUN sebagai suatu lembaga yang berdiri sendiri, yang diberi kewenangan untuk memeriksa dan menyelesaikan sengketa di bidang Tata Usaha Negara. Peradilan saat itu dilakukan oleh hakim administrasi yang khusus memeriksa perkara administrasi, maupun hakim perdata. Sejak Indonesia merdeka sampai dengan tahun 1986, Indonesia belum mempunyai suatu lembaga Peradilan Administrasi Negara yang berdiri sendiri. Namun demikian hal itu tidak menjadi penghalang perkara-perkara yang berkaitan dengan administrasi dapat diselesaikan, karena buktinya 5 Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan, 1999, Menuju Independensi Peradilan . ICEL. Jakarta. Hlm 12-75 6 ibid

192 KB – 191 Pages