BAB 1

Jan 27, 2023

by R Darojah · 2014 · Cited by 1 — Gejala interpersonal, berupa sikap acuh tak acuh pada lingkungan, apatis, agresif, minder, kehilangan kepercayaaan orang lain, dan.
27 pages

67 KB – 27 Pages

PAGE – 1 ============
14 BAB II PENANGANAN STRES DAN INTENSITAS MELAKSANAKAN SHALAT BERJAMAAH 2.1 Stres 2.1.1 Pengertian Stres Menurut Kartono & G ulo (1987) s tres adalah ketegangan, tekanan, tekanan batin, tegangan, konflik; yakni suatu stimulus yang menegangkan daya fisik dan psikologis yang dikenakan pada tubuh dan pada pribadi yang disebabkan oleh adanya persepsi ketakutan dan kecemasan . Menurut P stres s any disturbing physical, mental, or emotional stimulus. Stress as a basic defense me chanism characteriz ed by fight or flight. Stres adalah kondisi yang terjadi pada individu ketika terdapat ketidakseimbangan antara situasi yang menuntut dengan perasaan individu atas kemampuannya untuk bertemu dengan tuntutan – tuntutan atau beban tersebut ( Safaria, 2009: 28). Stres dalam perspektif Islam di gamb arkan dalam QS. Al – Insyiroh: 94 yang menggunakan prinsip mekanika beban untuk mengg a mbarkan masalah yang d ihadapi manusia.

PAGE – 2 ============
15 Artinya : Bukankah kami telah melapangkan dadamu?, dan K ami pun telah menuru nkan beban darimu, yang memberatkan punggungmu, dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu bagimu. Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanm ulah hendaknya engkau (Depag RI, 2006: 569) . J ika dianalisis, surat ter sebut telah memasukan perspektif subj ektif dan objekti f tentang stres (Purwakania Hasan , 2008: 85) . Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat d iambil kesimpulan bahwa stres adalah suatu reaksi fisik dan psikis berupa keadaan tert ekan atau ketegangan, ya ng muncul karena adanya ketidak sepadanan antara tuntutan/beban dengan kemampuan baik dari keadaan fisik maupun ps ikolog is pada diri individu. 2.1.2 Geja la Stres Menurut Mashu di (2012 : 192) gejala stres di tandai dari gejala fisik dan psikis. Gejala fisik diantaranya: ditandai dengan sakit kepala, sakit lambung (m ag), hipertensi, sakit jantung/jantung berdebar – debar, insomnia , mudah lelah, keluar keringat dingin, kurang selera makan atau sebaliknya , dan sering buang air kecil. Sedangkan gejala psik is dari stres meliputi gelisah/ cemas, kurang berkonsentrasi dalam bela jar atau bekerja, sikap apatis/ masa bodoh, pesimis, hilang rasa humor, bungkam seribu bahasa , malas, sering melamun, dan sering

PAGE – 3 ============
16 marah – marah atau bersikap agresif (baik secara verbal, seperti kata – kata kasar, menghina; maupun nonverbal seperti menampar, menendang, membanting pintu, dan memecahkan barang – barang). Menurut Rice sebagaimana dikutip Sa faria & Saputra (2009 : 30 ) stres dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu. Dampak tersebut bisa merupakan gejala fisik dan psikis. Reaksi dari stres dapat digolongkan menjadi beberapa gejala antara lain: a. Gejala fisiologis , biasanya muncul dalam bentu k keluhan fisik, seperti pusing, sembelit, diare, sakit pinggang, nyeri tengkuk, tekanan darah naik, kelelahan, sakit perut, nyeri lambung (maag), berubah selera makan, susah tidur, gatal – gatal di kulit, dan kehilangan semangat. b. Gejala emosional , biasanya lebih dikaitkan pada aspek emosi, seperti mudah marah, gugup, takut, mudah tersinggung, sedih, dan depresi. c. Gejala kognitif , biasanya tampak dalam gejala sulit berkonsentrasi, mudah lupa, ataupun sulit mengambil keputusan , melamun secara berlebihan, dan pi kiran kacau . d. Gejala interpersonal , berupa sikap acuh tak acuh pada lingkungan, apatis, agresif, minder, kehilangan kepercayaaan orang lain, dan mudah menyalahkan orang lain. e. Gejala organisasional , berupa meningkatnya keabsenan dalam kerja/kuliah, menurunn ya produktivitas, ketegangan dengan rekan

PAGE – 4 ============
17 kerja, ketidakpuasan kerja/belajar, dan menurunnya dorongan untuk berprestasi. Adapun m enurut pengurus P ond ok P esantren al – H ikmah, pada umumnya gejala yang dialami santri tahfidh yaitu sakit kepala, sakit mag, ket egangan, kecemasan menjelang setoran hafalan, keluar keringat dingin, pesimis, sedih, kurang berkonsentrasi, sering lupa, selera makan yang berlebihan, dan malas ( W awancara Fadhilah , 10 F ebruari 2014 ) . Gejala – gejala tersebut, menurut Claire weekes (1991: 1 7) termasuk dalam kategori gangguan syaraf ringan/stres ringan. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya gejala stres dapat dikategorikan dalam dua gejala/ indikator yang meliputi gejala fisik dan psikis . Dengan memahami gejala – gejala stre s, diharapkan santri dapat melakukan ti ndakan preventif untuk mengurangi dampak negatif dari stres melalui coping yang efektif . 2.1.3 Sumber Stres Menurut W.F Maramis sebagaimana dikutip Wihartati (2011: 57), stres dapat terjadi karena frustasi, konfl ik, tekanan, dan krisis. a. Frustasi merupakan terganggunya keseimbangan psikis karena tujuan gagal dicapai. b. Konflik adalah terganggunya kesei mbangan karena individu bingung menghadapi beberapa kebutuhan atau tujuan yang harus dipilih salah satu. c. Tekanan meru pakan sesuatu yang mendesak untuk dilakukan oleh

PAGE – 5 ============
18 individu. Tekanan bisa datang dari diri sendiri, misalnya keinginan yang sangat kuat untuk meraih sesuatu. Tekanan juga bisa datang dari lingkungan. d. Krisis merupakan situasi yang terjadi secara tib – tiba dan yang dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan. Konsep yang menyatakan bahwa stres merupakan hubungan antara individu dengan stressor. Menurut Az – zawawi (2010: 6) kendala/problematika santri tahfidh dalam menghafal Al – Qur’an pada umumnya disebabkan karen a : a. Menghafal Al – Qur’an itu susah b. Hilangnya hafalan yang sebelumnya telah diperoleh c. Banyaknya ayat – ayat yang serupa ( mutasyabihat ) sehingga membuat santri bingung saat mengulang hafalan yang telah lalu ( muroja’ah ) d. Gangguan – gangguan kejiwaan e. Gangguan – gangg uan lingkungan f. Banyaknya kesibukan sehingga waktu yang tersedia untuk menghafal sangat sedikit g. Konflik/ pertentangan antara dominasi peraturan dan tuntutan h. Metode & kemampuan menghafal Intinya, penyebab stres (stresor) bersumber dari berbagai masalah kehid upan baik dari faktor internal maupun eksternal,

PAGE – 6 ============
19 misalnya dari lingkungan pondok pesantren yang sempit sumpek karena terlalu banyaknya santri, sedangkan fasilitas nya kurang memadai, atau banyak nya kegiatan yang harus di jalani; Beban studi di kampus, beban untuk setoran hafalan Al – Qur’an, ketidakmampuan mengatur waktu dan keuangan, adanya konflik pribadi maupun konflik dengan teman, serta banyaknya harapan – harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan, faktor – fak tor itu semua bisa memicu stres (Wawancara santr i Fauziah, 03 J anuari 2014). 2.1.4 Cara Mengatasi Stres Lazarus dan F olkman menggambarkan coping sebagai: “suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan – tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber – sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stressful” (Wihartati, 2011: 58 – 59) . Menurut M ashudi (2012) c oping merupakan upaya – upaya untuk mengatasi, mengurangi, atau menoleransi ancaman, dan beban p erasaan yang tercipta karena stres. Adapun m acam – macam coping menurut M ashudi (2012) : a. Coping negatif 1) Giving up (withdraw), melarikan diri, apatis, minum – minuman keras dll 2) Agresif baik secara verbal maupun non verbal

PAGE – 8 ============
21 makna subtansi dari ibadah tersebut, maka ia memiliki sifat – sifat pribadi yang positif. Sehingga ia mampu mengelola hidup dan ke hidupannya secara sehat, wajar, normatif, serta dapat menghadapi situasi stres . Menurut Safaria & Saputra ( 2009: 40 – 42 ) untuk menghadapi stres dengan cara: a. Mempertahankan kesehatan fisik melalui olahraga teratur. Semakin kuat fisik seseorang, maka semakin tangguh dalam menghadapi stres. Hal ini karena stres menimbulkan erosi yang besar secara biologis dan mengganggu keseimbangan hormon – hormon dalam tubuh. b. Menciptakan suasana hati yang tenang dan damai serta menciptakan pikiran – pikiran positif dalam diri se ndiri, ambil sisi positif dan gunakan pendekatan konstruktif dalam menghadapi masalah. c. Tetap percaya diri dan mempunyai teman untuk berbagi dalam kesusahan/ mencurahkan hati (proses konseling). d. Mempertahankan kehidupan sosial e. Menerapkan metode – metode yan g efektif untuk mengatasi stres. Melalui pengendalian pikiran – pikiran negatif, relaksasi, atau melalui pendalaman spiritual religius. Secara garis besar, Islam mengajarkan tig a hal yang penting diperhatika n dalam menghadapi stres, yaitu hubungan dengan Allah ,

PAGE – 9 ============
22 pengaturan perilaku, dan dukungan sosial (Purwakania Hasan , 2008: 87) . 2.2 Intensitas Shalat Berjamaah 2.2.1 Definisi Intensitas Shalat Berjamaah Sebelum lebih jauh menguraikan dan menjelaskan teori ten tang “intensitas shalat berjamaah”, maka terlebih dahulu penu lis akan memaparkan tentang pengertian dari ketiga kata tersebut. Kata intensitas berasal dari bahasa I nggris yaitu intensity yang berarti kehebatan. Kemudian kata itu diserap dalam kosakata bahasa Indonesia menjadi intensitas dengan perubahan makna menjad i keadaan, yaitu merupakan semangat seseor ang dalam melakukan sesuatu (Depdikbud, 1990: 335) . Menurut kamus lengkap psikologi, intensitas yaitu besar atau kekuatan suatu tingkah laku atau pengalaman, seperti int ensitas suatu reaksi emosional/ tingkah laku, suatu pendapat atau sik ap ( Chaplin, 2009: 254) . Menurut kamus besar bahasa Indonesia pusat bahasa, intensitas merupakan keadaan tingkatan atau ukuran intensnya. Jika dilihat dari sifatnya yaitu intensif maka intens dapat diartikan sungguh – sungguh serta ter us menerus dalam mengerjakan sesuatu sehingga memperoleh hasil yang maksimal intensnya (kuatnya, tingginya, hebatnya,

PAGE – 10 ============
23 bergeloranya) (2008:541) . Menurut Amrulloh (2002: 20) salah satu ciri intensitas melaksanakan shalat berjamaah adalah frekuensi kegiatan, yaitu seberapa sering kegiatan shalat berjamaah dilakukan dalam periode waktu. Dalam kamus pusat pengembangan & pembinaan bahasa (1990: 35) salah satu aspek dari intensitas melaksanakan sesuatu adalah efek, yaitu suatu perubahan, hasil, atau konsekuensi l angsung yang disebabkan oleh suatu tindakan. Jadi, pengertian intensitas dapat diartikan sebagai suatu keadaan ukuran tingi re ndahnya, besar kecilnya kesungguhan, semangat yang dilakukan individu dalam mengerjakan sesuatu secara terus menerus yang ditandai dengan adanya efek dan frekuensi. Kata “shalat” pada dasaranya berakar dari kata kata “shalat” menurut pengertian bahasa mengandung dua pengertian, yaitu ” berdoa” dan “bershalawat”. Secara istilah “shalat” diartikan sebagai pernya taan bakti dan memuliakan Allah dengan gerakan – gerakan badan dan perkataan – perkataan tertentu dimulai dengan takbir dan diahiri dengan taslim dan dilakukan waktu – waktu tertentu setelah memenuhi syarat – syarat tertentu (Mulia,dkk, 2003 : 174) . Menurut Syafi ‘i (2000: 6) Shalat menurut bahasa berarti

PAGE – 11 ============
24 do’a, memohon kebajikan. Dan menurut bahasanya dalam syari’at, ialah beberapa perkataan dan perbuatan ya ng dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam dengan syarat tertentu. Shalat merupakan suatu bentuk ibad ah yang hukumnya wajib ‘ain bagi mukmin dan mukminah yang sudah terkena hukum taklif. Jadi, shalat dalam pengertian diatas adalah berdoa memohon ampunan, kebajikan, kebaikan, mencegah kelaliman, yang dilakukan dengan tata cara yang telah ditentukan oleh sy ariat Islam, sebagai sarana untuk mendekatkan diri dan untuk menegakkan suatu kewajiban ibadah dalam agama Islam. Adap un yang dimaksud shalat berjama ah yaitu sebagai berikut: a. Al – jamaah, menurut istilah bahasa adalah suatu kelompok. Sedangkan menurut syar t makmum dengan imamnya; minimal dua orang, yaitu imam dan makmumnya ( Abu B akar, 1993: 752) . b. Menurut Syamsudin dalam kitab fatkhul qorib ( 1993: 6 ) , sha lat berjama ah adalah shalat yang dilakukan bersama – sama selagi seorang makmum bisa melihat shalatnya imam, (meskipun imam di dalam masjid dan makmum di luar) dan posisi mak mum tidak berada di depan imam/ mendahului imam . c. Menurut Sulaiman Rosyid (2011 :106 ) da lam bukunya yang

67 KB – 27 Pages