Sep 26, 2019 — mengubah fungsi bangunan yang telah ada menjadi. Rumah Sakit. (3) Izin Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

107 KB – 106 Pages

PAGE – 1 ============
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2019 TENTANG KLASIFIKASI DAN PERIZINAN RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit yang profesional dan bertanggung jawab dibutuhkan dalam mendukung upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu; b. bahwa rumah sakit dengan karakteristik dan organisasi yang kompleks membutuhkan kepastian dan perlindungan hukum dalam rangka mengarahkan dan meningkatkan pengelolaannya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (4) dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit; Mengingat : 1. Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

PAGE – 2 ============
-2- 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rum ah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5942); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215); 8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan

PAGE – 3 ============
-3- Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 945); 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1197); 10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1023); 11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Aplikasi dan Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan (Berita Negara Republik Indones ia Tahun 2018 Nomor 1012); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG KLASIFIKASI DAN PERIZINAN RUMAH SAKIT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan ke sehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 2. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, gubernur, atau bupati/wali kota kepada pemilik dan pengelola Rumah Sakit melalui sistem elektronik yang terintegrasi. 3. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan

PAGE – 4 ============
-4- urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal. 4. Izin Mendirikan Rumah Sakit yang selanjutnya disebut Izin Mendirikan adalah izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, gubernur, atau bupati/wali kota setelah pemilik Rumah Sakit melakukan pendaftaran sampai sebelum pelaksanaan pelayanan kesehatan dengan memenuhi persyaratan dan/atau komitmen. 5. Izin Operasional Rumah Sakit ya ng selanjutnya disebut Izin Operasional adalah izin komersial atau operasional yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, gubernur, atau bupati/wali kota setelah pemilik Rumah Sakit mendapatkan Izin Mendirikan. 6. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 7. Pemerintah Daerah adalah kepala daer ah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 8. Kementerian Kesehatan adalah kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang kesehatan. 9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. 10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelayanan kesehatan. Pasal 2 Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah Pusat , Pemerintah Daerah, atau swasta.

PAGE – 5 ============
-5- Pasal 3 Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 (1) Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan. (2) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. badan hukum yang bersifat nirlaba; dan b. badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Rumah Sakit yang diselenggarakan oleh badan hukum yang bersifat nirlaba. BAB II BENTUK DAN JENIS PELAYANAN Bagian Kesatu Bentuk Pasal 5 (1) Rumah Sakit dapat berbentuk Rumah Sakit statis, Rumah Sakit bergerak, dan Rumah Sakit lapangan. (2) Rumah Sakit statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Rumah Sakit yang didirikan di suatu lokasi dan bersifat permanen untuk jangka waktu lama untuk

PAGE – 6 ============
-6- menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan kegawatdaruratan. (3) Rumah Sakit bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Rumah Sakit yang siap guna dan bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu dan dapat dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain. (4) Rumah Sakit bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat difungsikan pada daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan, daerah yang tidak mempunyai Rumah Sakit, dan/atau kondisi bencan a dan situasi darurat lainnya. (5) Rumah Sakit bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berbentuk bus, pesawat, kapal laut, karavan, gerbong kereta api, atau kontainer. (6) Rumah Sakit lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Rumah Sakit yang didirikan di lokasi tertentu dan bersifat sementara selama kondisi darurat dan masa tanggap darurat bencana, atau selama pelaksanaan kegiatan tertentu. (7) Rumah Sakit lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat berbentuk tenda, kontainer, atau banguna n permanen yang difungsikan sementara sebagai Rumah Sakit. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rumah Sakit bergerak dan Rumah Sakit lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Jenis Pelayanan Paragraf 1 Umum Pasal 6 Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan:

PAGE – 8 ============
-8- (5) Pelayanan medik spesialis lain selain spesialis dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi pelayanan mata, telinga hidung tenggorok -bedah kepala leher, saraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi dan traumatologi, urologi, bedah saraf, bedah plastik rekonstruksi dan estetika, bedah anak, bedah thorax kardiak dan vaskuler, kedokteran forensik dan medikolegal, bedah mulut, konservasi/endodonsi, orthodonti, periodonti, prosthodonti, pedodonti, penyakit mulut, dan pelayanan medik spesialis lain. (6) Pelayanan medik subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan pelayanan yang dilakukan oleh dokter subspesialis yang melakukan pelayanan subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, anak, obstetri dan ginekologi, kedokteran jiwa, mata, telinga hidung tenggorok-bedah kepala leher, paru, saraf, jantung dan pembuluh darah, orthopedi dan traumatologi , kulit dan kelamin dan subspesialis lain. (7) Dalam hal belum terdapat dokter subspesialis, pelayanan medik subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilakukan oleh dokter spesialis dengan kualifikasi tambahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 9 Pelayanan keperawatan dan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi asuhan keperawatan generalis dan/atau asuhan keperawatan spesialis, dan asuhan kebidanan. Pasal 10 (1) Pelayanan penunjang medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c terdiri atas: a. pelayanan penunjang medik spesialis; b. pelayanan penunjang medik subspesialis; dan

PAGE – 9 ============
-9- c. pelayanan penunjang medik lain. (2) Pelayanan penunjang medi k spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi pelayanan laboratorium, radiologi, anestesi dan terapi intensif, rehabilitasi medik, kedokteran nuklir, radioterapi, akupunktur, gizi klinik, dan pelayanan penunjang medik spesialis lainnya. (3) Pelayanan penunjang medik subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pelayanan subspesialis dibidang anestesi dan terapi intensif, dialisis, dan pelayanan penunjang medik subspesialis lainnya. (4) Pelayanan penunjang medik lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi pelayanan sterilisasi yang tersentral, pelayanan darah, gizi, rekam medik, dan farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 Pelayanan penunjang nonmedik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d terdiri atas laundri/binatu, pengolah makanan, pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, sistem informasi dan komunikasi, dan pemulasaran jenazah. Pasal 12 (1) Sumber daya manusia pada Rumah Sakit umum berupa tenaga tetap meliputi: a. tenaga medis; b. tenaga psikologi klinis; c. tenaga keperawatan; d. tenaga kebidanan; e. tenaga kefarmasian; f. tenaga kesehatan masyarakat; g. tenaga kesehatan lingkungan; h. tenaga gizi; i. tenaga keterapian fisik;

PAGE – 10 ============
-10- j. tenaga keteknisian medis; k. tenaga teknik biomedika; l. tenaga kesehatan lain; dan m. tenaga nonkesehatan. (2) Tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis, dan/atau dokter subspesialis. (3) Dokter spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas dokter spesialis atau dokter gigi spesialis untuk pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik spesialis, dan medik spesialis lain selain spesialis dasar. (4) Dokter spesialis untuk pelayanan medik spesialis dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi dokter spesialis penyakit dalam, anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi. (5) Dokter spesialis untuk pelayanan penunjang medik spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi dokter spesialis anestesi, radiologi, farmakologi klinik, patologi klinik, patologi anatomi, mikrobiologi klinik, parasitologi, kedokteran fisik dan rehabilitasi, akupunktur klinik, gizi klinik, onkologi radiasi, kedokteran nuklir, dan pelayanan penunjang medik spesialis lain. (6) Dokter spesialis untuk pelayanan medik spesialis lain selain spesialis dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi dokter spesialis mata, telinga hidung tenggorok-bedah kepala leher, saraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi dan traumatologi, urologi, bedah saraf, bedah plastik rekonstruksi dan estetika, bedah anak, bedah thorax kardiak dan vaskuler, kedokteran forensik dan medikolegal, bedah mulut, konserv asi/endodonsi, orthodonti, periodonti, prosthodonti, pedodonti, penyakit mulut, emergensi, dan dokter spesialis lain. (7) Dokter subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi dokter subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, anak, ob stetri dan ginekologi, anestesi

PAGE – 11 ============
-11- terapi intensif, kedokteran jiwa, mata, telinga hidung tenggorok-bedah kepala leher, paru, saraf, jantung dan pembuluh darah, orthopedi dan traumatologi, kulit dan kelamin, dan subspesialis lain. (8) Dalam hal belum terdapat dokter subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dokter spesialis dengan kualifikasi tambahan dapat memberikan pelayanan subspesialis tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (9) Jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan hasil analisis beban kerja, serta kebutuhan dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit. Paragraf 3 Rumah Sakit Khusus Pasal 13 (1) Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. (2) Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyelenggarakan pelayanan lain di luar kekhususannya. (3) Pelayanan lain di luar kekhususannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan kegawatdaruratan. (4) Pelayanan rawat inap di luar kekhususannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling banyak 40% dari seluruh jumlah tempat tidur. Pasal 14 (1) Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 terdiri atas Rumah Sakit khusus: a. ibu dan anak;

107 KB – 106 Pages