by M Marhani · Cited by 4 — biala dalam satu pelaksanaan acara akan hadir juga sanro lain, yang Tradisi mappano dilakukan setelah acara baik aqiqah, syukuran,.

118 KB – 29 Pages

PAGE – 1 ============
Nilai- Budaya Dalam Pelaksanaan Aqiqah Pada Masyarakat Bulisu Kecamatan Batulappa Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 1 Januari-Juni 2018 1 NILAI BUDAYA DALAM PELAKSANAAN AQIQAH PADA MASYARAKAT BULISU KECAMATAN BATULAPPA Marhani Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare hj.marhani123@gmail.com Abstract: This paper discusses the understanding of mappano culture values in the implementation of aqiqah in the Bulisu community of Kassa Village, Batulappa District in terms of Islamic theology. The aim of obtaining empirical data on the implementation of the mappano tradition and the cultural values contained in the implementation of the tradition by the Bulisu community. Using qualitative descriptive data in this paper concluded that the mappano tradition was implemented after the aqiqah event was finished. In practice, the mappano tradition ‘on the one hand is in line with religious teachings that is to aim and return everything to Allah SWT. However, on the other hand some of which are carried out in the mappano’ tradition are contrary to the teachings of religion by having the belief that the guardian of water is a temporary crocodile religious teachings that all that is in heaven and on earth is absolutely the property of Allah SWT. Keyw ords: Tradition, Culture, Aqiqah Pendahuluan Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. 1 Perilaku manusia biasanya dipengaruhi oleh kehidupan sosial dan budaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar untuk dirubah. 2 Manusia yang memiliki kebiasaan 1Munthoha, Pemikiran dan Peradaban Islam , (Yogyakarta: UIII Press, 1998).cet.1.h. 7 2Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h.169

PAGE – 2 ============
Nilai- Budaya Dalam Pelaksanaan Aqiqah Pada Masyarakat Bulisu Kecamatan Batulappa Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 1 Januari-Juni 2018 2 yang sukar untuk dirubah biasanya akan membuat tradisi tersendiri dalam kehidupannya. Tradisi adalah pertama, sesuatu yang ditransferensikan kepada kita. Kedua, sesuatu yang dipahamkan kepada kita. Dan ketiga, sesuatu yang mengarahkan perilaku kehidupan kita. Itu merupakan tiga lingkaran yang didalamnya suatu tradisi tertentu ditransformasikan menuju tradisi yang dinamis. Pada lingkaran pertama, tradisi menegakkan kesadaran historis, pada lingkaran kedua menegakkan kesadaran eidetis, dan pada lingkaran ketiga menegakkan kesadaran praksi. 3 Tradisi merupakan bagian dari kebudayaan yang dipelajari. Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasannya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generas i baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Kebudayaan erat kaitannya dengan agama. Bahkan kebudayaan menjadi bagian dari implikasi keberagamaan suatu masyarakat. Manusia memiliki berbagai macam budaya dan suku. Hal ini pula ditegaskan dalam QS. Al-Hujurat (49)/13. 4 3Hasan Hanafi, Islamologi 2 dari Rasionalisme ke Empirisme , (Yogyakarta:LkiS Yogyakarta, 2004). Cet. 1. h. 5. 4 menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, ke mudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha teliti.

PAGE – 3 ============
Nilai- Budaya Dalam Pelaksanaan Aqiqah Pada Masyarakat Bulisu Kecamatan Batulappa Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 1 Januari-Juni 2018 3 Dalam kehidupan beragama tidak dapat dipungkiri bahwa manusia memiliki tradisi dari setiap prilaku beragama yang dilakukan. Salah satu hal yang wajib dilakukan dalam agama Islam ketika lahirnya seorang anak yaitu aqiqah. 5 Pada sebagian masyarakat Bulisu kelurahan Kassa kecamatan Batulappa 6 pelaksanaan aqiqah tersebut. Tradisi tersebut menjadi salah satu bentuk upaya masyarakat bulisu untuk tetap memegang erat nilai-nilai luhur nenek moyang. Tradisi ini melahirkan sistem-sistem. Tradisi dilaksanakan sesuai dengan tata kelakuan yang baku dengan urutan- urutan yang tidak boleh dibolak-balik. Pada umumnya tradisi mempunyai tujuan untuk menghormati, mamuja, mensyukuri, dan meminta keselamatan pada leluhur. 7 Upacara tradisi mappano pada pelaksanaan aqiqah yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Bulisu ini adalah prosesi terakhir dalam pelaksanaan aqiqah. Ritual bugis ini merupakan tradisi yang wajib diabadikan oleh masyarakat bugis yang dalam pelaksanaannya mempunyai tata cara yang runtut, tradisi mappano memiliki beberapa tahap. Setelah tahap persiapan masyarakat kemudian memanggil dukun yang lazim disebut sanro pada masyarakat Bugis untuk memberikan mantra pada makanan tersebut atau dalam masyarakat 5Aqiqah berasal dari kata aqiq yang berarti rambut bayi yang baru lahir. Karena itu aqiqah selalu diartikan mengadakan, selamatan lahirnya seorang bayi dengan menyembelih hewan (sekurangnya seekor kambing).Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia , (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1988), h. kelahiran anak, yang pada hari itu anak diberi nama dan rambutnya di potong. Lihat Abdul Fatah Idris, Abu Ahmadi, Fiqih Islam Lengkap , (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 317 6Masyarakat mayoritas adalah suku bugis Pattinjo , (bugis Pattinjo merupakan salah satu dari suku bugis). Desa Bulisu ini terletak di perbatasan Enrekang-P inrang. 7Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi , (Malang: UMM Press, 2006), h. 68

PAGE – 4 ============
Nilai- Budaya Dalam Pelaksanaan Aqiqah Pada Masyarakat Bulisu Kecamatan Batulappa Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 1 Januari-Juni 2018 4 bugis sering disebut baca doang , sanro ini akan meminta izin lebih dahulu kepada penguasa atau makhluk gaib atas tujuannya yang ingin memberikan sesaji sebagai rasa penghormatan dan penghargaan agar dalam pelaksanaan tradisi ini tidak berjalan sia-sia. Setelah itu masyarakat kemudian membawa suguhannya ke sungai atau perairan yang ia percaya terdapat penguasa atau makhluk gaib dengan membuatkan sebuah wadah biasa juga lawasoji , kemudian menaruh makanan tersebut dan mengalirkannya. Tradisi mappano yang cenderung dilakukan oleh masyarakat bugis. Pelaksanaan tradisi ini tanpa mereka sadari menimbulkan pelanggaran pada agama Islam yang bertentangan dengan beberapa surah dan hadist, namun tak sedikit masyarakat bugis yang melupakan akan hal tesebut pada dewasa ini. Sampai sekarang tradisi tersebut masih dilakukan oleh sebagian masyarakat suku bugis pattinjo di Bulisu Kelurahan Kassa Kecamatan Batulappa. Namun dalam hal ini untuk mengetahui nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi tersebut sehingga sebagian masyarakat masih melakukannya diperlukan kajian yang mendalam tentang nilai-nilai tersebut berdasarkan tinjauan teologi Islam. Oleh karena itu tulisan ini akan mengalisis mengenai hal tersebut dengan memfokuskan pada proses pelaksanaan tradisi mappano pada masyarakat Bulisu dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi mappano dalam pelaksanaan aqiqah berdasarkan tinjauan teologi Islam. Upacara Tradisi Mappano Ritual bugis ini merupakan tradisi yang wajib diabadikan oleh masyarakat bugis yang dalam pelaksanaannya mempunyai tata cara yang runtut, tradisi mappano memiliki beberapa tahap. a. Tahap persiapan

PAGE – 5 ============
Nilai- Budaya Dalam Pelaksanaan Aqiqah Pada Masyarakat Bulisu Kecamatan Batulappa Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 1 Januari-Juni 2018 5 Tahap dimana masyarakat menyiapkan sesaji yang akan disuguhkan yang terdiri dari, sokko patanrupa, tello (telur), ota (daun sirih), jenis sokko patanrupa yaitu sokko bolong, sokko pute, sokko onnyi, sokko cella, sokko patanrupa semuanya mempunyai makna tersendiri dalam kandungan warnanya yaitu: 1) Sokko bolong (nasi ketan hitam) yang mempunyai makna sebagai tanah. 2) Sokko pute (nasi ketan putih), yang mempunyai makna sebagai air. 3) Sokko cella (nasi ketan merah), yang mempunyai makna sebagai api. 4) Sokko onnyi (nasi ketan kuning) mempunyai makna sebagai angin. Sokko ini kemudian diapitkan, sokko bolong berimpit dengan sokko pute , serta sokko cella berimpit dengan kuning, kemudian diatas sokko yang berimpitan diletakkan tello (telur). b. Tahap pelaksanaan Setelah tahap persiapan masyarakat kemudian memanggil dukun yang lazim disebut sanro pada masyarakat Bugis untuk memberikan mantra pada makanan tersebut atau dalam masyarakat bugis sering disebut baca doang , sanro ini akan meminta izin lebih dahulu kepada penguasa atau makhluk gaib atas tujuannya yang ingin memberikan sesaji sebagai rasa penghormatan dan penghargaan agar dalam pelaksanaan tradisi ini tidak berjalan sia-sia. Setelah itu masyarakat kemudian membawa suguhannya ke sungai atau perairan yang ia percaya terdapat penguasa atau makhluk gaib dengan membuatkan sebuah wadah lopi bura lawasoji , kemudian menaruh makanan tersebut dan mengalirkannya. 8 8Yuliana malik, Tradisi Mappano-Pano Masyarakat Bugis, diakses di http://yhulianayuli.blogspot.co.id/2014/06/tradisi-mappano-pano-masyaakat- bugis.html Pada Tanggal 20 April 2017

PAGE – 6 ============
Nilai- Budaya Dalam Pelaksanaan Aqiqah Pada Masyarakat Bulisu Kecamatan Batulappa Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 1 Januari-Juni 2018 6 Upacara adat ini terdiri dari prosesi pembacaan mantra dalam bahasa Bugis dan Konjo , kemudian diiringi tarian dari para penari dan diakhiri dengan mekarung sesajen ke Sungai. 9 Tradisi ini di wakili oleh sanro . Sanro ini memang menjadi hal yang unik di masyarakat sul-sel, hampir di seluruh daerah di Sulawesi Selatan mengenal keberadaannya. Rata-rata diantara para sanro itu memang perempuan. Sanro ini menjadi area atau medan yang sering menjadi serana negosiasi dengan Islam sekaligus dengan kaum laki-laki. Bukan hanya itu, saat ini sanro juga menjadi medan kontestasi memperebutkan pengaruh, prestise, dan aset ekonomi di tengah masyarakat. Mereka berlomba untuk diklaim sebagai sanro yang paling absah, dan untuk itu media yang bisa melegitemasi itu adalah proses kerasukan. Terkadang boleh jadi proses trans ini menjadi satu permainan, ia dibuat untuk menunjukkan sejauh mana kwalitas ke-sanroa- an seseorang. Prosesi persiapan acara juga menjadi sarana untuk memperlihatkan siapa yang sanro sesungguhnya, maka jangan heran biala dalam satu pelaksanaan acara akan hadir juga sanro lain, yang tidak melakukan apa-apa, mereka hanya melihat dan biasanya akan memberikan penilaian yang buruk terhadap pelaksanaan acara. Namun ini belum apa-apa, sejauh itu masing-masing dilakukan oleh kalangan mereka sendiri, meskipun makna kesanroan itu sendiri mulai bergeser menjadi profesi untuk mencari aset ekonomi yang celaka bila ke-sanro- an itu ditentukan oleh satu lembaga adat tertentu, lembaga adat inilah yang berhak member sanro terhadap seseorang. Dan lembaga adat itu celakanya pula adalah 9Syahrir saja, Seni Budaya Di Kabupaten Bulukumba, di akses di http://bumi-panritalopi.blogspot.co.id/2014/05/seni-budaya- di-kabupaten- bulukumba.html Pada Tanggal 20 April 2017

PAGE – 8 ============
Nilai- Budaya Dalam Pelaksanaan Aqiqah Pada Masyarakat Bulisu Kecamatan Batulappa Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 1 Januari-Juni 2018 8 Zakiah Darajat mengatakan bahwa Nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran dan perasaan, keterikatan maupun perilaku. 15 Nilai budaya terdiri dari konsepsi konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara-cara, alat-alat, dan tujuan-tujuan pembuatan yang tersedia. 16 Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe ), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. 17 Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi. Sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi. Sistem budaya merupakan tingkatan tingkat yang paling tinggi dan abstrak dalam adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, 15Zakiah Darajat, Dasar-Dasar Agama Islam , (Jakarta : Bulan Bintang, 1984), h. 260 16Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi , (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h.24 17 Herimanto, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar , (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 19

PAGE – 9 ============
Nilai- Budaya Dalam Pelaksanaan Aqiqah Pada Masyarakat Bulisu Kecamatan Batulappa Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 1 Januari-Juni 2018 9 sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat itu sendiri. Nilai-nilai budaya ini bersifat umum, luas dan tak konkret maka nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan tidak dapat diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu yang singkat. Dalam masyarakat ada sejumlah nilai budaya yang satu dan yang lain berkaitan satu sama lain sehingga merupakan suatu sistem, dan sistem itu sebagai suatu pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan masyarakat. Tiap sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan itu mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah: Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia. Ada kebudayaan yang memandang hidup manusia itu pada hakekatnya suatu hal yang buruk dan menyedihkan. Adapun kebudayaan-kebudayaan lain memandang hidup manusia dapat mengusahakan untuk menjadikannya suatu hal yang indah dan menggembirakan. Masalah mengenai hakekat dari karya manusia kebudayaan memandang bahwa karya manusia bertujuan untuk memungkinkan hidup, kebudayaan lain menganggap hakekat karya manusia itu untuk memberikannya kehormatan, ada juga kebudayaan lain yang menganggap karya manusia sebagai suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi. 18 Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu. Kebudayaan memandang penting dalam kehidupan manusia pada masa lampau, keadaan serupa ini orang akan mengambil 18Benny Kurniawan, Ilmu Budaya Dasar , (Tanggerang Selatan: Jelajah Nusa, 2012), h. 20

PAGE – 10 ============
Nilai- Budaya Dalam Pelaksanaan Aqiqah Pada Masyarakat Bulisu Kecamatan Batulappa Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 1 Januari-Juni 2018 10 pedoman dalam tindakannya contoh-contoh dan kejadian- kejadaian dalam masa lampau. Sebaliknya ada kebudayaan dimana orang hanya mempunyai suatu pandangan waktu yang sempit. Dalam kebudayaan ini perencanaan hidup menjadi suatu hal yang sangat amat penting. Masalah mengenai hakekat hubungan manusia dengan alam sekitarnya, kebudayaan yang memandang alam sebagai suatu hal yang begitu dahsyat sehingga manusia hanya dapat bersifat menyerah tanpa dapat berusaha banyak. Sebaliknya, banyak pula kebudayaan lain yang memandang alam sebagai lawan manusia dan mewajibkan manusia untuk selalu berusaha menaklukan alam. Kebudayaan lain masih ada yang menganggap bahwa manusia dapat berusaha mencari keselarasan dengan alam. Masalah mengenai hakekat hubungan manusia dengan sesamanya. Ada kebudayaan yang mementingkan hubungan vertikal antara manusia dengan sesamanya. Tingkah lakunya akan berpedoman pada tokoh-tokoh pemimpin. Kebudayaan lain mementingkan hubungan horizontal antara manusia dan sesamanya. Dan berusaha menjaga hubungan baik dengan tetangga dan sesamanya merupakan suatu hal yang penting dalam hidup. Kecuali pada kebudayaan lain yang tidak menganggap manusia tergantung pada manusia lain, sifat ini akan menimbulkan individualisme. 19 Menurut pandangan Sutan Takdir Alisyahbana yang menggunakan struktur nilai-nilai yang universal yang ada dalam masyarakat manusia, kebudayaan adalah penjelmaan dari nilai-nilai. Bagian penting adalah adalah membuat klasifikasi nilai yang universal yang ada dalam masyarakat manusia. Dia merasa klasifikasi nilai yang digunakan E. Spranger adalah yang terbaik untuk dipakai dalam 19Benny Kurniawan, Ilmu Budaya Dasar , h. 25

PAGE – 11 ============
Nilai- Budaya Dalam Pelaksanaan Aqiqah Pada Masyarakat Bulisu Kecamatan Batulappa Jurnal Al-Maiyyah, Volume 11 No. 1 Januari-Juni 2018 11 melihat kebudayaan umat manusia. Spranger mengemukakan ada 6 nilai pokok dalam setiap kebudayaan, yaitu: a. Nilai teori yang menentukan identitas sesuatu. b. Nilai ekonomi yang berupa utilitas atau kegunaan. c. Nilai agama yang berbentuk das heilige atau kekudusan. d. Nilai seni yang menjelmakan expressiveness atau keekspresian. e. Nilai kuasa atau politik. f. Nilai solidaritas yang menjelma dalam cinta, persahabatan, gotong royong dan lain-lain. 20 Teologi Islam Teologi menurut bahasa Yunani yaitu theologia, yang tersusun dari kata theos yang berarti tuhan atau dewa, dan logos yang artinya ilmu. Sehingga teologi adalah pengetahuan ketuhanan. Menurut William L. Resse, Teologi berasal dari bahasa Inggris yaitu theology yang artinya discourse or reason concerning God (diskursus atau pemikiran tentang tuhan) dengan kata-kata ini Reese lebih jauh kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan. Gove mengatakan bahwa teologi merupakan penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional. 21 Sedangkan pengertian teologi Islam secara terminologi terdapat berbagai perbedaan. Menurut Abdurrazak, teologi Islam adalah ilmu yang membahas aspek ketuhanan dan segala sesuatu yang berkait dengan-Nya secara rasional. Muhammad Abduh: 20Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya , (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h.25 21Abdur Razak dan Rosihan Anwar, Ilmu kalan , (Pustaka Setia: Bandung, 2006), Cet II, h. 14

118 KB – 29 Pages