52 KB – 42 Pages

PAGE – 2 ============
2 | Page Kata Pengantar Syukur Alh amdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan perkenanNya kepada kami untuk dap at menyelesaikan panduan ini.Panduan ini merupakan salah satu dari empat paket kebijakan yang kami coba se lesaikan untuk memperkuat Kebijakan Sekolah Ramah Anak (SRA) agar dapat terimple me ntasi di daerah. Tiga kebijakan lainnya yaitu Peraturan Presiden te ntang Gerakan Sekolah Ramah Anak, Modul Training of Trainer SRA, dan Materi un tuk Modul Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang akan diintegrasikan kedalam Modul Pelatihan Guru yang ada di Kementerian Pendidikan dan Kebuda ya an . Panduan ini mempunya i posisi penting dalam implementasi pembentukan dan pengembangan SRA , karena 277 SRA yang sekarang ada di Indonesia terbentuk dan berkembang dengan standar yang beragam. Penyusunan Panduan ini melibatkan banyak pihak yaitu 12 kementerian dan Lembaga ser ta Lembaga Masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan. D ua belas kementerian/lembagaterlibat karena program mereka yang berbasis sekolah sangat mendukung tercapainya tujuannya SRA menjadi sekolah yang aman, nyaman, bersih, sehat, ramah dan tanpa keker asan. Kami haturkan terimakasih atas partisipasi aktif 12 K/L yang selama ini setia mendampingi hingga terselesaikannya panduan ini yaitu: Bappenas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan Narkotika Nasional, Badan Penanggulangan Bencana dan para asdep dari Kementerian Pemeberdayaan Perempuan dan Perlindungan A nak sendiri. Tidak lupa Ibu Yanti dan Pak Zam Zam dari Yayasan Kerlip serta utamanya Deputi Tumbuh Kembang Anak Lenny N Rosalin yang sudah banyak membantu serta banyak lagi pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu kami mengucapkan bany ak terimakasih semoga Allah SWT membalasnya dengan berlipat ganda. Akhirul kata kami berdoa agar Panduan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak yang mau maupun yang sudah terlibat dalam membentuk dan mengembangkan SRA baik di pusat maupun di daerah. Aamiin Jakarta, November 2015 Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Lenny N. Rosalin

PAGE – 3 ============
3 | Page SAMBUTAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK RI Pasal 28B (2) Undang – atas kelangs ungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari Hal ini dipertegas dalam Pasal 54 Undang – Undang dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman – temanya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan dengan mengabaikan pandangan mereka seca ra diskriminatif, termasuk labelisasi dan penyetaraan dalam pendidikan bagi anak – Konvensi tentang Hak – Hak Anak juga mengamanatkan kepada negara – negara peserta atau yang telah meratifikasinya, tentang pentingnya pendidikan, pen egakan disiplin, pengembangan kapasitas, pengembangan keterampilan, pembelajaran, kemampuan lainnya, martabat, harga diri, kepercayaan diri, pengembangan kepribadian, bakat, kemampuan untuk hidup dalam kehidupan di masyarakat, hak terhadap akses dan konten pendidikan, dan hak untuk pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya bagi anak. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana terutama dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang efektif dan efisien sehing ga peserta didik dalam hal ini anak – anak khususnya dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya yang nantinya diharapkan dapat mewujudkan dalam dirinya kekuatan spiritual keagamaan yang tinggi, kecerdasan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia s erta keterampilan yang akan berguna baik bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, upaya pencapaian proses belajar ini tentunya harus didukung oleh semua pihak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai salah satu Kementerian yang mempunyai peran perlindungan anak telah mendorong pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota agar dapat memujudkan suatu kondisi sekolah atau lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, sehat, ramah dan menyenangkan bagi anak atau disebut dengan Sekolah R amah Anak (SRA) atau dengan kata lain anak anak yang ada di sekolah dapat terpenuhi haknya. Hal ini penting mengingat delapan jam dalam sehari atau satu per tiga waktu anak berada di sekolah sehingga menjaga melindungi anak selama waktu itu harus menjadi hal yang prioritas dan dilakukan bersama sama oleh semua unsur yang ada di sekolah mulai

PAGE – 4 ============
4 | Page dari Kepala Sekolah, Guru, Guru BK, penjaga Sekolah dll, bahkan sangat perlu adanya kerjasama yang baik dan terarah antara sekolah dengan orang tua, lembaga masyaraka t, dunia usaha maupun alumni untuk mendukungnya. Sejalan dengan perkembangan pembangunan saat ini pengembangan kabupaten/kota menuju layak anak (KLA) terus digalakkan, ini terbukti banyakkabupaten/ kota telah menyatakan diri atau telah dikembangkan inisia si Sekolah Ramah Anak. Hal ini dilakukan karena SRA merupakan indikator KLA dan menjadi bagian terpenting dari diterbitkannya kebijakan Sekolah Ramah Anak sebagai upaya agar pemenuhan hak – hak anak terpenuhi. Mengingat pentingnya upaya untuk mewujudkan Sek olah Ramah Anak ini maka saya berharap Petunjuk Teknis ini dapat bermanfaat bagi seluruh stake holder terkait dengan Sekolah Ramah Anak sehingga cita – cita untuk mewujudkan anak Indonesia yang sehat, cerdas, ceria dan berakhlak mulia dapat terwujud. Wass Jakarta, November 2015 Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Prof. Yohana Susana Yembise

PAGE – 5 ============
5 | Page TIM PENYUSUN 1. Bappenas 2. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 3. Kementerian Agama, 4. Kementeri an Dalam Negeri, 5. Kementerian Kesehatan, 6. Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, 7. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 8. Badan Pengawas Obat dan Makanan, 9. Badan Narkotika Nasional, 10. Badan Penanggulangan Bencana dan 11. Kemen terian Pem berdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 12. Yayasan Kerlip

PAGE – 6 ============
6 | Page DAFTAR ISI KATA PENGANTAR SAMBUTAN MENTERI DAFTAR ISI DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1.2. Landasan Hukum 1.3. Maksud dan Tujuan 1.4. Sasaran 1.5. Ruang Li ngkup 1.6. Hasil yang diharapkan BAB II KONSEP, PRINSIP DAN KOMPONEN SRA 2.1. Konsep 2.2. Prinsip 2.3. Komponen BAB III TAHAPAN PERSIAPAN DAN PERENCANAAN SRA 3.1. Sosialisasi tentang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak 3.2. Penyusunan Kebijakan SRA di masi ng – masing satuan pendidikan 3.3. Konsultasi Anak 3.4. Pembentukan Tim Pelaksana SRA BAB IV PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN SRA 4.1. Tahap Pembentukan dan Pengembangan SRA 4.2. Mekanisme Pengaduan BAB V TAHAPAN PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN 5.1. PEMANTA UAN 5.2. EVALUASI 5.3. PELAPORAN

PAGE – 9 ============
9 | Page BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan disusunnya Kebijakan Sekolah Ramah Anak adalah untuk dapat memenuhi, menjamin dan melindungi hak anak, serta memastikan bahwa satuan pendidikan mampu mengembangkan minat, bakat dan kemampuan anak ser ta mempersiapkan anak untuk bertanggung jawab kepada kehidupan yang toleran, saling menghormati, dan bekerjasama untuk kemajuan dan semangat perdamaian. Satuan pendidikan diharapkan tidak hanya melahirkan generasi yang cerdas secara intelektual, namun juga melahirkan generasi yang cerdas secara emosional dan spiritual . Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang (RPPNJP) 2005 2025 menyatakan bahwa visi 2025 adalah menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna).M akna insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas komprehensif , yaitu cerdas spiritual , cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis. Pendidikan juga seharusnya bisa diakses semua anak, tanpa batasan geografi, ekonomi dan so sial, maupun hambatan fisik ataupun mental.Sejalan dengan hal tersebut, berbagai kebijakan dalam pendidikan mulai dari kebijakan 20 (duapuluh) persen anggaran pembangunan untuk pendidikan, kebijakan alokasi BOS untuk semua peserta didik, Sekolah Dasar/Madra sah Ibtidaiyah (SD/MI) dan Sekolah Menengah Tingkat Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) baik laki – laki dan perempuan, serta Bantuan Beasiswa Miskin baik di tingkat pusat maupun daerah, telah mendorong peningkatan akses dan partisipasi penduduk untuk bers ekolah minimal Wajib Belajar (Wajar) 9 (sembilan) tahun. Namun proses pendidikan yang masih menjadikan anak sebagai obyek dan guru sebagai pihak yang selalu benar, mudah menimbulkan kejadian bullying di sekolah/madrasah. Bersekolah tidak selalu menjadi pe ngalaman yang menyenangkan bagi anak. Data KPAI (2014 – 2015) tentang Kasus Kekerasan ( Kekerasan Fisik, Psikis, Seksual dan Penelantaran Terhadap Anak), sebanyak 10% dilakukan oleh guru.Bentuk – bentuk kekerasan yang banyak ditemukan berupa pelecehan (bullyin g), serta bentuk – bentuk hukuman yang tidak mendidik bagi peserta didik, seperti mencubit (504 kasus), membentak dengan suara keras (357 kasus) dan menjewer (379 kasus), Data KPAI 2013. Dan sampai saat ini masih dijumpai anak bersekolah di bangunan yang tid ak layak, sarana prasarana yang tidak memenuhi standar, kehujanan, kebanjiran, bahkan kelaparan, selain ancaman mengalami bullying dan kekerasan yang dilakukan oleh guru maupun teman sebaya. Selain itu kekerasan pada anak juga rawan terjadi karena 55% ora ng tua memberikan akses kepada anak

PAGE – 10 ============
10 | Page terhadap kepemilikan handphone dan internet tetapi 63% orang tua menyatakan bahwa tidak melakukan pengawasan terhadap konten yang diakses oleh anak – anak (KPAI). Jumlah institusi pendidikan di Indonesia terusmeningkat se tiap tahunnya.Pada tahun 2014 terdapat jumlah SD sebanyak 26.119.000, sekolah menengah 9.901.000, sekolah menengah kejuruan 1.735.000.Sekitar 26.119.000 anak yang sudah mendapat akses ke pendidikan dasar. Demikian juga untuk pendidikan anak usia dini, dari 77.559 desa di Indonesia, sekitar 55.832 desa telah mendapat pelayanan PAUD pada tahun 2013. (Renstra Kemendikbud 2010 – 2014). Namun pada kenyataannya berdasarkan Kajian tentang Anak Putus Sekolah oleh Kementerian Pendidikan, UNESCO & UNICEF, 2011) menunju kkan bahwa 2,5 juta anak usia 7 – 15 tahun masih tidak bersekolah, dimana kebanyakan dari mereka putus sekolah sewaktu masa transisi dari SD ke SMP. Selain itu, baru sekitar kurang dari sepertiga dari 30 juta anak usia 0 – 6 tahun di Indonesia yang memiliki ak ses pada program PAUD. Mayoritas yang tidak terlayani PAUD adalah anak di pedesaan dan dari keluarga miskin.Dengan demikian hak anak atas pendidikan telah terabaikan. Keinginan untuk menjadikan sekolah menjadi tempat yang aman, nyaman, bersih, sehat, rama h dan menyenangkan, sebagai bentuk perwujudan dari Sekolah Ramah Anak sesungguhnya telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak. Beberapa program dari Kementerian/lembaga berbasiskan sekolah maupun program inovatif dari sekolah itu sendiri untuk membantu m ewujudkan hal tersebut antara lain program: Sekolah Adiwiyata (Kementerian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan) Sekolah/Madrasah Aman Bencana (BNPB) Sekolah Hebat (Kemendikbud) Sekolah Inklusif (Kemendikbud) Sekolah Dasar Bersih Seh at (Kemendikbud) Lingkungan Inklusif Rapat Pembelajaran (LIRP) – UNESCO Children Friendly School (CSF) UNICEF Sekolah Sehat (Kemenkes) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Kemenkes Pangan Jajan Anak Sekolah (BPOM) Warung Kejujuran (KPK) Sekolah Bebas Napza (BNN ) Pesantren Ramah Anak (Kemenag) Pendidikan Anak Merdeka Komunitas Sekolah Rumah/Komunitas Belajar Mandiri Sekolah Kehidupan Qoriyyah Thoyyibah Indonesia Herritage Foundation dll Program – program yang mendukung ini selanjutnya diharapkan akan menjadi bagia n dari Sekolah Ramah Anak, sehingga semua pihak atau stakeholder yang

PAGE – 11 ============
11 | Page terlibat dapat saling bekerjasama mewujudkan Sekolah Ramah Anak. Data KLA (2014) menyebutkan bahwa kurang lebih 264 Kabupaten/Kota di 34 provinsi yang telah mencanangkan sebagai Kota/Kab upaten Layak Anak menyatakan telah memiliki Sekolah Ramah anak bahkan saat ini tercatat 277 Sekolah yang sudah menginisiasi menjadi Sekolah Ramah Anak namun dengan kriteria atau standar yang berbeda – beda antar sekolah. Dengan demikian diperlukan suatu pand uan pelaksanaan pengembangan Sekolah Ramah Anak yang dapat menjadi standar bagi pembentukan dan pengembangan SRA baik di pusat maupundi daerah. 1.2. Landasan Hukum a) Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesi a Tahun 2002 nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); b) Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134); c) Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidika n Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); d) Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157); e) Undang – Undang N omor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); f) Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 t entang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perli ndungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606 ; g) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 N omor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424); h) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran N egara Republik Indonesia Nomor 5410); i) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010

52 KB – 42 Pages