by H Ainissyifa · Cited by 140 — Tujuan dari penulisan artikel ini antara lain untuk mengetahui konsep pendidikan karakter yang dirumuskan oleh para ahli, ruang lingkup pendidikan Islam

135 KB – 26 Pages

PAGE – 1 ============
Jurnal Pendidikan Universitas Garut Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan Universitas Garut ISSN: 1907 – 932X 1 Pendidikan Karakter d alam Perspektif Pendidikan Islam Hilda Ainissyifa Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan Universitas Garut Abstrak Tujuan dari penulisan artikel ini antara lain untuk mengetahui konsep pendidikan karakter yang dirumuskan oleh para ahli, ruang lingkup pendidikan Islam secara terperinci, dan pendidikan karakter dipandang dari ruang lingkup pendidikan Islam. Penelitian ya ng dilakukan menggunakan metode deskriptif analitik yaitu dengan menggambarkan teori – teori menurut para ahli tentang pendidikan karakter dan ruang lingkup pendidikan Islam. Kemudian penulis menganalisanya untuk ditemukan persamaan dari keduanya. Dari pene litian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa munculnya pendidikan karakter justru lebih menampakkan karakter – karakter yang harus dimiliki oleh setiap anak didik dan sekaligus pendidikan karakter tersebut menguatkan pendidikan Islam. Karena pada hakikat nya pendidikan karakter itu merupakan ruh dalam pendidikan Islam. Pendidikan Islam dan pendidikan karakter mencetak anak didik menjadi makhluk yang memiliki karakter – karakter atau nilai – nilai yang lebih baik. Pendidikan Islam dengan ruang lingkupnya yang j elas dan terperinci tidak keluar dari tuntunan Al – – Sunnah sehingga berjalan searah dengan pendidikan karakter antara lain pembentukan sifat – sifat yang baik pada setiap anak didik. Keberhasilan pendidikan Islam tidak tergantung pada baik atau t idaknya salah satu komponen pendidikan melainkan satu sama lain saling keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Sehingga sampailah kepada apa yang dirumuskan dalam tujuan pendidikan Islam. Kata Kunci: pendidikan karakter , ruang lingkup, pendidikan I slam, nilai 1 Pendahuluan Sejak tahun 1990 – an, terminologi Pendidikan Karakter mulai ramai dibicarakan di Dunia Barat. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya saat itu, melalui karyanya yang banyak memberikan kesadaran di dunia pendidikan secara umum tentang konsep Pendidikan Karakter sebagai konsep yang harus digunakan dalam kehidupan ini dan saat itulah awal kebangkitan pendidikan karakter menjadi lebih dikembangkan oleh banyak orang di dunia (Majid & Handay ani, 2012: 11) . Pendidikan Karakter atau pendidikan watak sejak awal munculnya dalam pendidikan sudah dianggap sebagai hal yang niscaya oleh para ahli. John Dewey misalnya, sebagaimana dikutip rupakan hal lumrah dalam teori pendidikan bahwa pembentukan watak merupakan tujuan umum pengajaran dan pen didikan budi

PAGE – 2 ============
Ainissyifa Jurnal Pendidikan Universitas Garut Vol. 08; No. 01 ; 2014; 1 – 26 2 www.journal.uniga.ac.id Winnie memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Menurutnya, apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifes tasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan personality , dan seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter ( a person of character ) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral 160 ) . Di Indonesia pendidikan karak ter dicanangkan oleh pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Peringatan Hari Kemerdekaan Nasional, pada 2 Mei 2010. Pendidikan karakter menjadi isu yang sangat hangat saat itu, sehingga pemerintah memiliki tekad untuk menjadikan pengembangan karakt er dan budaya bangsa sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional yang harus didukung secara serius 323 ) . Dengan demikian, semua lembaga pendidikan di negara ini wajib mendukung kebijakan Presiden tersebut. Dalam Undang Undang Dasar nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang terdapat bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif me ngembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negera . Adapun pendidikan nasional adalah pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai – nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Kemudian dalam Undang – undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 juga disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik aga r menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa antara pendidikan secara umum dengan pendidikan nasional memiliki fungsi dan tujuan yang sama dalam membentuk karakter/ kepribadian yang baik terhadap peserta didik. Hal ini menunjukkan betapa besarnya keseriusan pemerintah dal am upaya merealisasikan pendidi kan karakter di negara tercinta ini. Selanjutnya diperkuat pula dengan adanya Permenag No. 2 Tahun 2008 yang di dalam latar belakang kurikulumnya dinyatakan bahwa kurikulum ini diharapkan dapat membantu mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan di masa depan. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar diarahkan untuk menambahkan dan memberikan keterampilan bertahan hidup dalam kondisi yang beragam dengan berbagai perubahan serta persaingan. Kurikulum ini diciptakan untuk menghasilkan lulus an yang baik, kom peten, dan cerdas dalam membangun sosial dan mewujudkan karakter Kutipan tersebut mengisyaratkan upaya nyata dari pemerintah pada dunia pendidikan dalam mewujudkan cita – cita bangsa, yaitu berderajat tinggi dan bernilai luhur. Melalui pendidikan ini tentun ya bukan hanya pada ranah Kognitif dan Psikomotorik saja yang diharapkan memiliki perubahan, akan tetapi yang paling utama adalah adanya perubahan positif pada ranah afektif. Tafsir (2010: 41) mengungkapkan bahwa pendidikan kita masih menghasilkan lulusan yang suka

PAGE – 3 ============
Jurnal Pendidikan Universitas Garut Ainissyifa Vol. 08; No. 01 ; 2014; 1 – 26 www.journal.uniga.ac.id 3 menang sendiri dan memaksakan kehendak, suka narkoba dan tawuran, suka curang dan tidak punya kepekaan sosial, bahkan suka serakah dan tidak punya kepekaan sosial, termasuk juga koruptor, sehingga ini semua adalah orang yang gagal menjadi manusia sekalipun dia seorang pejabat. Lebih lanjut Tafsir (2010: 42) memaparkan bahwa pendidikan tidak pernah selesai dan tidak akan pernah selesai dibicarakan dengan alasan, yang pertama adalah fitrah setiap orang menginginkan yang lebih baik. Ia menginginkan pendidikan yang lebih baik sekalipun belum tentu ia tahu mana pendidikan yang lebih baik itu. Kemudian yang kedua, karena teori pendidikan dan teori pada umumnya selalu ketinggalan oleh kebutuhan masyarakat. Dan yang ketiga karena pengaruh pa ndangan hidup pada suatu waktu mungkin seseorang telah puas dengan keadaan pendidikan di tempatnya karena sudah sesuai dengan pandangan hidupnya suatu ketika terpengaruh oleh pandangan hidup yang lain. Akibatnya berubah pula pendapatnya tentang pendidikan yang tadinya sudah memuaskannya. Dari ungkapan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa merupakan hal yang wajar seandainya di negara kita kurikulum pendidikan selalu berubah – ubah dan selalu diperbaharui. Salah satunya adalah dengan digagasnya pendidikan k arakter , kendatipun teori tersebut dikembangkan oleh seoarang ilmuan yang berasal dari Barat. Munir (2010: xiii) menambahkan perlunya pendidikan karakter positif untuk senantiasa tumbuh tergali dan diasah, sementara sisi karakter negatif ditumpulkan dan t idak berkembang. Majid dan Andayani (2012: 18) menjelaskan bahwa secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau mungkin hingga sekitar lima tahun, kemampuan menalar seorang anak belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar ( subconscious mind ) masi h terbuka dan menerima apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan ke dalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua dan lingkungan keluarga. Dari mereka itulah, pondasi awal terbentuknya karakter sudah terbangun. Mereka juga memaparkan bahwa k arakter itu tidak dapat dikembangkan secara cepat dan segera ( instant ), akan tetapi harus melewati suatu proses yang panjang, cermat dan sistematis. Berdasarkan perspektif yang berkembang dalam sejarah pemikiran manusia, pendidikan karakter harus dilakukan berdasarkan tahap – tahap perkembangan anak sejak usia dini sampai dewasa ( Majid dan Andayani, 2012: 108) . Maka dengan demikian pendidikan karakter harus ditanamkan sejak anak masih kecil dan melalui proses yang di sesuai kan dalam tahapan perkembangan anak. Hal ini menunjukan bahwa dalam pembentuk an karakter anak dibutuhkan kesabaran dan ketekunan para pendidiknya yang harus didukung dengan keseimbangan antara pendidikan orang tua di rumah dengan pend i dikan di sekolah. Karena kebanyakan dari orang tua senant iasa menyerahkan sepenuhnya pada proses pendidikan di sekolah serta menuntut lebih cepat adanya perubahan pada diri anak yang lebih baik tanpa menghiraukan proses yang harus dilalui secara bertahap. Pembentukan watak atau karakter tentu nya harus dimulai dari pribadi/ diri sendiri, dalam keluarga (sebagai sel inti bangsa) terutama orang tua sebagai pendidiknya . P embentukan karakter mega proyek yang sungguh tidak mudah, membutuh kan usaha, dan energi yang tidak sedikit. Dibutuhkan komitmen, ketekunan, keuleten, proses, metode, waktu, dan yang terpenting adalah keteladanan. Masalah keteladanan ini menjadi barang langka pada masa kini dan tentu sangat dibutuhkan dalam sebuah bangsa yang sedang mengalami krisis kepercayaan multidimensi onal (Sumantri, 2008: 57) . Majid & Andayani (2012: 58 ) menjelaskan bahwa dalam Islam terdapat tiga nilai utama, yaitu dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan ter m adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan

PAGE – 4 ============
Ainissyifa Jurnal Pendidikan Universitas Garut Vol. 08; No. 01 ; 2014; 1 – 26 4 www.journal.uniga.ac.id dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim yang baik yang mengikuti keteladanan Nabi Muhamad Saw. Ketiga nilai inilah yang menjadi pilar pendidikan karakter dalam Islam. Dari konsep tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan karakter sangat erat berkaitan dengan pendidikan Islam , bahwa sanya kekayaan pendidikan Islam dengan ajaran initinya tentang moral akan sangat menarik untuk dij adikan content dari konsep pendidikan karakter. Namun demikian, pada tataran operasional, pendidikan Islam belum mampu mengolah content ini menjadi materi yang menarik dengan metode dan teknik yang efektif ( Majid dan Andayani, 2012: 5 9). Menurut An – Nahlawi ( 1996: 41) pendidikan Islam adalah penataan individual dan sosial yang dapat menyebabkan seseorang tunduk taat pada Islam dan menerapkannya secara sempurna di dalam kehidupan individu dan masyarakat. Pendidikan Islam merupakan kebutuhan mutlak untuk dapat melaksanakan Islam sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Adapun Musthapa Al – Gulayani memaparkan bahwa pendidikan Islam ialah menanamkan akhlak yang mulia di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan air petunju k dan nasihat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan (meresap dalam) jiwanya kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk kemanfaatan tanah air ( Uhbiyati, 2005: 10 ) . Hal tersebut mengisyaratkan bahwa ada keterkaitan bah kan kesamaan antara pendidikan karakter dengan pendidikan Islam. Hal ini terlihat dari pilar – pilar dalam pendidikan karakter menjadi indikator keberhasilan yang harus dicapai dalam pendidikan Islam . Pendidikan Islam sebagai sebuah sistem tentunya memiliki ruang lingkup tersendiri yang dapat membedakannya dengan sistem – sistem yang lain. Ruang lingkup kependidikan Islam adalah mencakup segala bidang kehidupan manusia di dunia di mana manusia mampu memanfaatkan sebagai tempat menenm benih – benih amaliah yang b uahnya akan dipetik di akhirat nanti, maka pembentukan sikap dan nilai – nilai amaliah dalam pribadi manusia baru dapat efektif bilamana dilakukan melalui proses kependidikan yang berjalan di atas kaidah – kaidah ilmu pengetahuan kependidikan ( Uhbiyati, 2005: 1 8) . Lebih lanjut, Uhbiyati ( 2005: 14 – 15) menyebutkan bahwa ruang lingkup pendidikan Islam adalah sebagai berikut: a. Perbuatan mendidik b. Anak didik c. Dasar dan tujuan pendidikan Islam d. Pendidik e. Materi pendidikan Islam f. Metode pendidikan Islam g. Evaluasi pendidikan h. Alat – alat pendidikan Islam i. Lingkungan sekitar atau milieu pendidikan Islam. Ketertarikan penulis bukan pada persoalan termasyhur atau tidaknya sebuah teori. Namun di sini semangat untuk terus melakukan penelitian dalam menggali konsep – konsep terkait berhubungan dengan konsep pendidikan Islam , sehingga beberapa pertanyaan yang muncul dapat dijawab melalui deskripsi sederhana dari teori – teori tersebut, contohnya; apakah pendidikan karakter itu merupakan sesuatu hal yang baru sehingga kaum muslimin sehingga menjadi seolah – olah

PAGE – 5 ============
Jurnal Pendidikan Universitas Garut Ainissyifa Vol. 08; No. 01 ; 2014; 1 – 26 www.journal.uniga.ac.id 5 kehausan akan adanya teori – teori baru dan dengan mudah menerimanya? a tau mungkin pendidikan karakter itu sendiri sebenarnya telah melekat pada sistem pendidikan Islam semenjak pertama kali pendi dikan Islam itu ada. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih l Pendidikan Karakter dalam Prespektif 2 Pendidikan K arakter Russel – menjadi le mbek apabila tidak pernah dilatih , dan akan kuat dan kokoh kalau sering dipakai. Seperti seorang binaragawan ( body budler ) yang terus menerus berlatih untuk membentuk – – praktik latihan yang akhirnya akan menjadi kebiasaan ( habit ) ( Megawangi, 2000 ) . Majid dan Andayani (2012: 11) memaparkan dalam bukunya beberapa pengertian karakter menurut para ahl i bahwa karakter sebagaimana didefinisikan oleh Ryan da n Bohlin, mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan ( knowing the good ), mencintai kebaikan ( loving the good ), dan melakukan kebaikan ( doing the good ). Menurutnya dalam pendidikan karakter, kebaikan itu sering kali dirangkum dalam sederet sifat – sifat baik. kharakter kharassein kharax bahasa Inggris: character character , dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai sebagai tabiat, watak, sifat – sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Nama dari jumlah seluruh ciri pri badi yang meliputi hal – hal seperti perilaku, kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi, nilai – nilai, dan pola – pola pemikiran. Hornby dan Parnwell ( 1972: 49) karakter adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama na seorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespons sesuatu. Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik dan jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya (Thomas Lickona, 1991), hal ini dapat dikaitkan dengan takdib, yaitu pengenalan dan afirmasi atau aktualisasi hasil pengenalan ( Aneess, 2010: 99 ) . Para filsuf musli m sedari awal telah mengemukakan pentingnya pendidikan karakter. Ibnu Maskawih menulis buku khusus tentang akhlak dan mengemukakan rumusan karakter utama seorang manusia. Demikian pula Al – Ghazali, Ibnu Sina, Al – Farabi, dan banyak filsuf lainnya. Sebelum ha sil penelitian para ulama Islam terhadap Al – – Hadits menunjukkan bahwa hakikat agama Islam adalah akhlak dan mental spiritual ( Nata, 1996: xiv ) .

PAGE – 6 ============
Ainissyifa Jurnal Pendidikan Universitas Garut Vol. 08; No. 01 ; 2014; 1 – 26 6 www.journal.uniga.ac.id Ada dua paradigma dasar pendidikan karakter. P ertama, paradigma yang memandang pendidikan karakte r dalam cakupan pemahaman moral yang sifatnya lebih sempit ( narrow scope to moral education ). Pada paradigma ini disepakati telah adanya karakter tertentu yang tinggal diberikan kepada peserta didik. Kedua, melihat pendidikan dari sudut pandang pemahaman i su – isu moral yang lebih luas. Paradigma ini memandang pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi, menempatkan individu yang terlibat dalam dunia pendidikan sebagai pelaku utama dalam pengembangan karakter. Paradigma kedua memandang peserta didik sebagai a gen tafsir, penghayat, sekaligus pelaksana nilai mel a lui kebebasan yang dimilikinya ( Koesoema, 2007: 22 ) . Majid dan Andayani (2012: 30) menyatakan bahwa Socrates berpendapat bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menja di good and smart . Rasulullah Muhammad Saw juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik ( good character ). Tokoh pendidikan Barat yang mendunia seperti Klipatrick, Lickona, Brooks dan Go ble seakan menggemakan kembali gaung yang disuarakan Socrates dan Muhammad Saw bahwa moral, akhlak atau karakter adalah tujuan yang tak terhindarkan dari dunia pendidikan. Sementara Mardiatmadja menyebut pendidikan karakter sebagai ruh pendidikan dalam mem anusiakan manusia. Lebih lanjut Majid dan Andayani (2012: 31 – 36 ) menyatakan bahwa p endidikan karakter memiliki beberapa pilar antara lain: 1. Moral knowing Moral knowing sebagai aspek pertama memiliki enam unsur yaitu: a. Kesadaran moral ( moral awareness ); b. Pengetahuan tentang nilai – nilai moral ( knowing moral values ); c. Penetuan sudut pandang ( perspective taking ); d. Logika moral ( moral reasoning ); e. Kebenaran mengambil menentukan sikap ( dicision making ); f. Dan pengenalan diri ( self knowledge ); 2. Moral loving atau moral feeling Moral loving merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk – bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri yaitu: a. Percaya diri ( self esteem ); b. Kepeka an terhadap derita orang lain ( emphaty ); c. Cinta kebenaran ( loving the good ); d. Pengendalian diri ( self control ); e. Kerendahan hati ( humility ) 3. Moral doing / Acting Moral acting sebagai outcome akan dengan mudah muncul dari para siswa setelah dua pilar di atas te rwujud. Moral acting menunjukan kesempuranaan daripada kompetensi yang dimiliki oleh siswa setelah melalui proses pembelajaran. Kemampuan yang dimiliki para siswa bukan hanya bermanfaat bagi dirinya melainkan mampu memberikan manfaat kepada oran g lain yang berada disekitarnya . Dalam dunia pendidikan ketiga tersebut seharusnya dimiliki oleh para siswa. Pilar – pilar pendidikan karakter menyentuh ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang ketiganya saling melengkapi dan memberikan kesempurnaan potensi yang dimilliki oleh para siswa , sehingga

PAGE – 8 ============
Ainissyifa Jurnal Pendidikan Universitas Garut Vol. 08; No. 01 ; 2014; 1 – 26 8 www.journal.uniga.ac.id c. Otonomi. Disana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai – nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi ta npa terpengaruh desakan pihak lain. d. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna menginginkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih. Dari pendidikan karakter yang dicanangkan disetiap negara khusunya di Indonesia tentu saja harus ada ketegasan dan kejelasan tentang nilai nilai atau karakter – karakter yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Karakter setiap orang tentunya mencerminkan karakter bangsanya. Indonesia Her itage F oundation merumuskan sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter (Tafsir, 201 3 : 42) . Kesembilan karakter tersebut yaitu: 1. Cinta kapada Allah dan semesta beserta isinya; 2. Tanggung jawab disiplin dan mandiri; 3. Jujur; 4. Hormat dan santun ; 5. Kasih sayang, peduli, dan kerjasama; 6. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; 7. Keadilan dan kepemimpinan; 8. Baik dan rendah hati; 9. Toleransi, cinta damai, dan persatuan. Sementara menurut (Tafsir, 201 3 : 43), Character Counts di Amerika men gidentifikasikan bahwa karakter – karakter yang menjadi pilar yaitu: 1. Dapat dipercaya ( trustworthiness ); 2. Rasa hormat dan perhatian ( respect ); 3. Tanggung jawab ( responsibility ); 4. Jujur ( fireness ); 5. Peduli ( caring ); 6. Kewarganegaraan ( citizenship ); 7. Ketulusan ( honest y ); 8. Berani ( courage ); 9. Tekun ( diligence ); 10. Integritas. Kemudian Ari Ginanjar Agustian dengan teori ESQ menyodorkan pemikiran bahwa setiap karakter positif sesungguhnya akan merujuk kepada sifat – sifat mulia Allah, yaitu asmaul husna. Sifat sifat dan nama – nama mulia Tuhan inilah sumber inspirasi setiap karakter positif yang dirumuskan oleh siapapun dari sekian banyak karakter yang bisa diteladani dari nama – nama Allah, beliau merangkumnya dalam tujuh karakter dasar, yaitu: 1. Jujur; 2. Tanggung jawab; 3. Disipli n; 4. Visioner; 5. Adil; 6. Peduli; 7. Kerjasama; Adapun mengenai metode, pendidikan karakter memiliki metode tersendiri. Sedangkan metode – metode pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi perlunya penerapan metode 4M dalam pendidikan karakter yaitu mengetahui, menci ntai, menginginkan, dan mengerjakan ( knowing

PAGE – 9 ============
Jurnal Pendidikan Universitas Garut Ainissyifa Vol. 08; No. 01 ; 2014; 1 – 26 www.journal.uniga.ac.id 9 good, loving the good, desiring the good, andacting the good ) kebaikan secara simultan dan berkesinambungan ( Megawangi, 2000 ) . Sementara itu, Koesoema ( 2007: 22) mengajukan lima metode pendidikan karakter (dalam penerapan di lembaga sekolah), yaitu mengajarkan, keteladanan, menentukan prioritas, praktis prioritas, dan refleksi. Dengan penjelasan berikut ini: 1. Mengajarkan; pe m ahaman konseptual tetap dibutuhkan sebagai bekal konsep – konsep nilai yang kemudian menjadi rujukan bagi perwujudan karakter tertentu. Mengajarkan karakter berarti memberikan pemahaman pada peserta didik tentang struktur nilai tertentu, keutamaan (bila dilaksanakanya) dan mashlahatnya (bila tidak dilaksanakanya). Mengajarkan nilai mempunyai dua faedah. Pertama memberikan pengetahuan konseptual baru. Kedua menjadi pelaksanaan proses dialog adalah memberikan kesempatan peserta didik untuk mengajukan apa yang difahaminya, apa yang pernah dialaminya, dan bagaimana perasaannya berkenaan dengan konsep yang diajarkan. 2. Keteladanan; manusia banyak belajar dari apa yang mereka lihat. Ketelada nan menempati posisi yang sangat penting. Guru harus terlebih dahulu memiliki karakter yang hendak diajarkan, peserta didik akan meniru apa yang dilakukan gurunya ketimbang yang dilaksanakanya. Guru adalah yang digugu dan yang ditiru, bahkan sebuah pepatah kuno memberi peringatan pada para guru bahwa peserta didik akan meniru karakter negatif secara keteladan tidak hanya bersumber dari guru saja juga bersumber dari ora ng tua, kerabat, dan siapapun yang sering berhubungan dengan peserta didik, hal ini pendidikan karakter membutuhkan lingkungan pendidikan yang utuh saling megajarkan karakter. 3. Menentukan prioritas. Penentuan prioritas yang jelas harus ditentukan agar prose s evaluasi atas berhasil tidaknya pendidikan karakter sehingga dapat lebih jelas. Pendidikan karakter menghimpun kumpulan nilai yang dianggap penting bagi pelaksanaan dan visi lembaga. Oleh karena itu lembaga memiliki beberapa kewajiban: pertama, menentuka n tuntutan standar; kedua semua pribadi yang terlibat dalam lembaga pendidikan harus memahami sejarah jernih apa nilai yang ingin ditekankan dalam lembaga pendidikan karakter; ketiga lembaga memberikan ciri khas lembaga, maka karakter standar itu harus dip ahami oleh anak didik, orang tua, dan masyarakat. 4. Praktis prioritas adalah bukti dilaksanakannya prioritas karakter lembaga tersebut. 5. Refleksi; berarti dipantulkan ke dalam diri. Refleksi juga dapat disebut proses bercermin mematut – matutkan diri pada peris tiwa/ konsep yang telah teralami: apakah saya seperti itu? Apakah ada karakter baik seperti itu pada diri saya? 3 Pendidikan Karakter dalam Prespektif Pendidikan Islam Munculnya pendidikan karakter memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan khususnya di Indonesia, meskipun dalam kenyataannya pendidikan karakter itu telah ada seiring dengan lahirnya sistem pendidikan Islam karena pendidikan karakter itu merupak an ruh dari pada pendidikan Islam itu sendiri. Pendidikan Islam merupakan sebuah sistem. Definisi tradisional menyatakan bahwa sistem adalah seperangkat komponen atau unsur unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan ( Ramayulis, 2010: 19 ) . Maka dari itu pendidikan Islam memiliki komponen – komponen yang saling berkaitan yang menjadi ruang lingkupnya. Adapun ruang lingkup pendidikan Islam menurut Uhbiyati ( 2005: 14 – 15 ) adalah sebagai berikut: 1. Perbuatan mendidik itu sendiri; Perbuatan mendidik a dalah seluruh kegiatan, tindakan atau perbuatan, dan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu menghadapi/ mengasuh anak didik.

PAGE – 10 ============
Ainissyifa Jurnal Pendidikan Universitas Garut Vol. 08; No. 01 ; 2014; 1 – 26 10 www.journal.uniga.ac.id 2. Anak didik; Anak didik yaitu pihak yang merupakan objek terpenting dalam pendidikan. Hal ini disebabkan perbuatan atau tindakan mendidik itu diadakan atau dilakukan hanyalah untuk membawa anak didik kepada tujuan pendidikan Islam yang di cita – citakan. 3. Dasar dan tujuan pendidikan Islam; Dasar dan tujuan pendidikan Islam yaitu landasan yang menjadi fundamen serta sumber dari segala kegiatan pendidikan Islam ini dilakukan. 4. Pendidik; Pendidik yaitu subjek yang melaksanakan pendidikan Islam. 5. Materi pendidikan Islam; Adapun materi pendidikan Islam yaitu bahan – bahan, atau pengalaman – pengalaman belajar ilmu agama Islam yang disusun sedemikian rupa (dengan susunan yang lazim tetapi logis) untuk disajikan atau disampaikan kepada anak didik. 6. Metode pendidikan Islam; Metode pendidi kan Islam yaitu cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik. 7. Evaluasi pendidikan; Adapun evaluasi pendidikan yaitu memuat cara – cara bagaimana mengadakan evaluasi atau penilaian terh adap hasil belajar anak didik. 8. Alat – alat pendidikan yaitu alat – alat yang dapat digunakan selama melaksanakan pendidikan Islam agar tujuan pendidikan Islam tersebut lebih berhasil. 9. Lingk u ngan sekitar atau millieu pendidikan Islam yaitu keadaan – keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan Islam . Kegiatan pendidikan dalam garis besarnya dapat dibagi tiga: (1) kegiatan pendidikan oleh sendiri, (2) kegiatan pendidikan lingkungan, dan (3) kegiatan pendidikan oleh orang lain ( Tafsir, 201 3: 36 ) . Muhammad Fadhil a l – J amali sebagaimana telah dikutip oleh Mujib dan Mudzakkir ( 2006: 26 ) mendefenisikan pendidikan Islam dengan: mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai – nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan . Dari pengertian di atas, maka dalam pendidikan Islam terdapat tiga unsur pokok, antara lain: 1. Aktifitas pendidikan adalah mengembangkan, mendorong dan mengajak peserta didik untuk lebih maju dari kehidupan sebelumnya. 2. Upaya dalam pendidikan didasarkan atas nilai – nilai akhlak yang luhur dan mulia. 3. Upaya pendidikan melibatkan seluruh potensi manusia, baik potensi kognitif (akal ), afektif (perasan), dan psikomotorik (perbuatan). Menurut Ramaliyus (2010:16 – 17), t injauan terminologi terhadap pengertian pendidikan Islam terdapat empat istilah dalam khazanah Islam yang mungkin menjadi peristilahan pendidikan Islam, antara lain: a. Tarb iyah Tarbiyah menurut Al – Abrasyi adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur fikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutu r katanya baik dengan lisan ataupun dengan tulisan.

PAGE – 11 ============
Jurnal Pendidikan Universitas Garut Ainissyifa Vol. 08; No. 01 ; 2014; 1 – 26 www.journal.uniga.ac.id 11 b. menurut Rasyid Ridho adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Pemaknaan ini didasarkan atas Q.S. Al – Baqarah ayat 31 tentang Tuhan kepada Adam A.S. Yang berbunyi: Artinya: – nama (benda – benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada – Ku nama benda – benda itu jika kamu mamang benar orang – orang yang benar!” c. Menurut An – Naquib Al – Attas, Al – adalah pengenalan dan pengakuan tempat – tempat yang tepat dari segala sesuatu yang didalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan didalam tatanan wujud dan keberadaan – Nya. Penge rtian ini didasarkan atas sabda Nabi Saw yang berbunyi: Tuhan telah mendidikku, sehingga menjadi baik pendidikanku d. Al – Riadhah Menurut Al – Ghazali Al – Riadhah adalah proses pelatihan individu pada masa kanak – kanak, sed ang fase yang lain tidak tercakup didalamnya. Perbuatan mendidik sebagaimana dijelaskan oleh Nur Uhbiyati yang dikutip oleh Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat (2009: 47) artinya adalah: 1. Perbuatan memberikan teladan 2. Perbuatan memberikan pembinaan 3. Perbuatan mengarahkan dan menuntun kearah yang dijadikan tujuan dalam pendidikan Islam. Kemudian lebih jelasnya lagi beliau memaparkan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan mendidik adalah seluruh kegiatan, tindakan, atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu menghadapi atau mengasuh anak didik. Atau dengan istilah lain yaitu sikap atau tindakan menuntun, membimbing, dan memberikan pertolongan dari seorang pendidik kepada anak didik menuju pada tujuan pendidikan Islam. Dalam perbuatan m endidik ini sering disebut dengan istilah Tahdzib . Dalam bahasa Indonesia ada tiga sebutan untuk pelajar, yaitu murid, anak didik, dan peserta didik ( Tafsir, 2010: 165 ) . Istilah murid kelihatannya khas pengaruh agama Islam. Di dalam Islam istilah ini dip erkenalkan oleh kalangan Shufi . Dalam tasawuf istilah ini mengandung pengertian orang yang sedang belajar, menyucikan diri, dan sedang berjalan menuju Tuhan.

135 KB – 26 Pages