by S Haryati · Cited by 75 — Karena itu, pembelajaran nilai-nilai karakter seharusnya tidak hanya diberikan pada aras kognitif saja, tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengamalan nyata

117 KB – 21 Pages

PAGE – 1 ============
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KURIKULUM 2013 Oleh: Sri Haryati (FKIP – UTM) Abstract The Indonesian government policy on character education in the 2013 Curriculum should be supported by all stakeholders. Character education is not only important, but absolutely needed by a nation in order to be a civilized nation. There are many proofs that developed nations are not always supported by plentiful natu ral resources, but it is because of their excellent character s like honesty, hard work, responsibility, emphaty, and patience. The main objective of character education is to increase the student achievement and implementation of character building integratedly. It is expected that through character education, students are able to master, internalize, personalize, and implement character values in their daily lives. The strategies for character education can be implemented through : (1) giving real model, (2) implanting discipline, (3) habit forming, (4) creating condusive atmosphere , (5) integration and internalization. Key words: c haracter, education, curriculum A. PENDAHULUAN Dalam Undang – undang RI No. 20 tahun 2003, tentang UUSPN pasal 3 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, ber tujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia y ang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jaw . Pasal 1 UU tersebut juga men mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalia n dir i, kepribadian, kecerdasan, akh lak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (Depdiknas, 2003:3). Rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut mencerminkan gambaran umum sosok manusia Indonesia yang diharapkan dan harus dihasilkan melalui

PAGE – 2 ============
penyelenggaraan setiap program pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan nilai – nilai budaya karakter bangsa di sekola h dengan berlandasakan pada Pancasila, UUD 1945 dan kebudayaan bangsa Indonesia. Menurut Fitri (2 012:156), p endidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai – ni lai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari – hari. Karena itu, pembelajaran nilai – nilai karakter seharusnya tidak hanya diberikan pada aras kognitif saja, tetapi menyentuh pada internalisasi d an pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari – hari di sekolah dan di masyarakat. Pendidikan karakter menjadi sesuatu yang penting untuk membentuk generasi yang berkualitas. Pendidikan karakter merupakan salah satu alat untuk membimbing seseorang menjadi orang baik , sehingga mampu memfilter pengaruh yang tidak baik. Kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meng enai pendidikan karakter dalam K urikulum 2013 perlu disambut gembira dan didukung semua pihak. Pendidikan karakter bukan hanya penting, tetapi mutlak dilakukan oleh setiap bangsa jika ingin menjadi bangsa yang beradab. Banyak fakta membuktikan bahwa bangsa – bangsa yang maju bukan disebabkan bangsa tersebut memiliki sumber daya alam yang berlimpah , me lai n kan bangsa yang memiliki karakter unggul seperti kejujuran, kerja keras, tanggung jawab dan lainnya. Perkembangan ilmu, teknologi , komunikasi serta arus globalisasi membawa dampak perubahan pada berbagai aspek kehidupan tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Lingkungan rumah/keluarga yang seharusnya menjadi lembaga pendidikan, kurang berperan dalam membangun karakter anak. Orang tua lebih banyak sibuk dengan urusannya sendiri, sehingga tidak ada waktu untuk berinteraksi dan mendidik anak. Akibatnya, anak lebih banyak dididik oleh tayangan – tayangan TV maupun internet yang tidak sesuai dengan nilai – nilai budaya bangsa. Contoh: kasus sis wa SD yang memerkosa temannya merupakan contoh perilaku yang ditiru dari tayangan di internet. Lebih ironisnya, orang tua

PAGE – 3 ============
lebih bangga anaknya memperoleh nilai tinggi di kelas daripada memiliki perilaku terpuji. Contoh kasus nyontek masal di SDN 2 Gadel, S urabaya, tahun 2011 lalu. Lembaga sekolah cenderung menjadi pemasung. Dalam proses pembelajaran, guru hanya menumpuk pengetahuan, tanpa memberi kesempatan berpikir kritis kepada siswa. Anak menjadi kurang cerdas. Guru juga belum menjadi teladan yang baik b agi siswanya. Banyak guru yang tanpa disadari menampilkan perilaku buru k di hadapan siswanya, misalnya membuang sampah di sembarang tempat, berkata jorok, merokok, dan lainnya. Padahal guru merupa ka n model, karena apa yang dilakukan guru secara tidak langs ung menjadi pelajaran yang akan ditiru oleh siswa khususnya di PAUD dan jenjang pendidikan dasar. Di sisi lain, masyarakat juga sudah tidak lagi berperan aktif di dunia pendidikan. Pada masyarakat tradisional , orang masih mau menegur anak – anak yang berperi laku tidak sesuai dengan nilai dan norma, biarpun bukan anaknya sendiri. Tetapi sekarang ini masyarakat kurang peduli dan acuh tak acuh terhadap perilaku anak yang melanggar nilai atau norma. Tidak ada kontrol dari masyarakat atau justru masyarakatnya juga sedang sakit. Contoh adanya tawuran antar desa, tawuran antar pelajar, minum – minuman keras, dan lain – lain. Dengan kurang berfungsinya lembaga keluarga, masyarakat, dan sekolah dalam pendidikan karakter, karakter anak lebih banyak dibangun oleh tayangan me dia TV dan internet. Padahal, meskipun salah satu fungsi media adalah mendidik, TV dan internet lebih banyak menerapkan fungsi yang lain; seperti usaha/bisnis. Untuk tujuan bisnis tersebut, tayangan atau program lebih merangsang birahi daripada intelektual , lebih member i contoh berpikir mistis daripada berpikir rasional , lebih menonjolkan kekerasan daripada kelembutan, dan lebih menonjolkan sikap munafik daripada kearifan (Warsono, 2011:152). Demikian pentingnya pendidikan karakter dalam kehidupan bermasyar akat, berbangsa, dan bernegara, maka dalam makalah ini penulis tertarik untuk mengkaji pendidikan karakter dalam K urikulum 2013. B. PEMBAHASAN 1 Pengertian Karakter

PAGE – 4 ============
Secara terminologi s karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri. Hidayatullah (2010:9) menjelaskan bahwa secara harfiah karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupa kan kepribadian khusus yang membedakan dengan individu lain. Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat – sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak (Tim Bahasa Pustaka Agung Harapan, 2003 :300). Secara ke bahasa an , karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Kar ena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang i tu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi – kondisi tertentu. Dari sudut pengertian berarti karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindaka n tang terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi karena sudah tertanam dalam pikiran, dan dengan kata lain keduanya dapat disebut dengan kebiasaan. Maskawih (1994:56) berpendapat bahwa karakter merupakan keadaan jiwa. Keadaan ini menyebabkan jiwa bertindak tan pa dipikir atau dipertimbangkan secara mendalam. Keadaan ini ada dua jenis: (1) alamiah dan bertolak dari watak, misalnya pada orang yang gampang sekali marah karena hal yang paling kecil, atau yang takut menghadapi insiden yang paling sepele, tertawa berl ebihan hanya karena suatu hal yang amat sangat biasa yang membuatnya kagum; (2) tercipta melalui kebiasaan dan latihan. Pada mulanya keadaan ini terjadi karena dipertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian melalui praktek terus menerus, menjadi karakter. Jalaludin (1997:167) berpendapat bahwa karakt er terbentuk dari pengaruh luar , t erbentuk dari asimilasi dan sosialisasi. Asimilasi menyangkut hubungan manusia dengan lingkungan bendawi, sedangkan sosialisasi menyangkut hubu ngan antar manusia. Kedua unsur inilah yang membentuk karakter dan karakter merupakan pola seseorang berhubungan dengan lingkungannya.

PAGE – 5 ============
Dennis Coon dalam bukunya Introduction to Psychology: Exploration and Aplication mendefinisikan karakter sebagai suatu penilaian subyektif terhadap kepr ibadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh masyarakat. Karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik di dalam masyarakat. Istilah karakter dikemukakan oleh Thomas Lic kona (1992) dengan memakai konsep karakter baik. Konsep mengenai karakter baik ( good character ) dipopulerkan Thomas Lickona dengan merujuk pada konsep yang dikemukakan the life of right conduct, right conduct in relat atau kehidupan berperilaku baik/penuh kebajikan, yakni berperilaku baik terhadap pihak lain (Tuhan Yang Maha Esa, manusia, dan alam semesta) dan terhadap diri sendiri. Kehidupan yang penuh kebajikan ( the virtuous life ) dibagi menjadi dua kategori, yaitu kebajikan terhadap diri sendiri ( self oriented virtuous) seperti pengendalian diri ( self control ) dan kesabaran ( moderation ); dan kebajikan terhadap orang lain (other oriented virtuous) , seperti kesediaan b erbagi (generousity) dan merasakan kebaikan (compassion) . Menurut Lickona (2004) , secara substantif terdapat tiga unjuk perilaku yang satu sama lain saling berkaitan yaitu konsep moral ( moral knonwing ), sikap moral ( moral fe e ling ), dan perilaku moral ( mor al behavior ). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan (http://belajarpsikologi.com/pengertian – pendidikan – karakter) . Menurut Kepmendiknas, karakter adalah sebagai nilai – nilai yang khas baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan ) yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku (Kebijakan Nasi onal Pembangunan Karakter Bangsa, 2010). Andrianto untuk melakukan hal yang terbaik; kapasitas intelektual, seperti berpikir kritis dan alasan moral; perilaku seperti jujur dan be rtanggung jawab; mempertahankan prinsip – prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan; kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam

PAGE – 6 ============
berbagai keadaan; dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan Sunarti (2005:1) berpendapat bahwa karakter merupakan istilah yang menunjuk kepada aplikasi nilai – nilai kebaikan dalam bentuk tingkah laku. Walaupun istilah karakter dapat menunjuk kepada karakter baik atau karakter buruk, namun dalam aplikasinya orang dikatakan berkarakter jika mengaplikasikan nilai – nilai kebaikan dalam perilakunya. (201 1 :1 60 ) berpendapat karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan ( http://www.equator – news.com ). Koesoema (2007:80) menjelaskan karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan – bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, juga bawaan sejak l ahir. Sementara Winnie (dalam Koesoema, 2007:80) berpendapat bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya denga n personality . Seseorang baru bisa disebut orang yang berka rakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral. Karakter dan kepribadian sering digunakan secara rancu. Ada yang menyamakan antara keduanya. Kepribadaian menunjuk pada organisasi dari sikap – sikap seseorang untuk berbaur, mengeta hui, berpikir, dan merasakan khususnya, apabila dia berhubungan dengan orang lain atau menanggapi suatu keadaan. Kepribadian merupakan hasil abstraksi dari individu dan perilakunya serta masyarakat dan kebudayaannya. Jadi ketiga aspek tersebut mempunyai hu bungan yang saling mempengaruhi. Orang yang disebut berkarakter adalah orang yang dapat merespon segala situasi secara bermoral, yang memanifestasikan dalam bentuk tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik. Dengan demikian karakter merupakan nilai – nila i

PAGE – 8 ============
Dengan pendidikan dasar inilah seseorang diharapkan akan menjadi pribadi yang lebih baik dalam menjalankan hidup hingga ke tahapan pendidikan selanjutnya. Pendidikan karakter tingkat dasar haruslah membentuk suatu fondasi yang kuat demi keutuhan rangkaian pendidikan tersebut. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin luas pula rag am ilmu yang didapat dari seseorang dan akibat yang akan didapatkannyapun semakin besar jika tanpa ada landasan pengertian pendidikan karakter yang diterapkan sejak usia dini . Pengertian pendidikan karakter ini merupakan salah satu alat yang paling penting dan harus dimiliki oleh setiap orang. Sehingga tingkat pengertian pendidikan karakter seseorang juga merupakan salah satu alat terbesar yang akan menjamin kualitas hidup seseorang dan keberhasilan pergaulan di dalam masyarakat. Di samping pendidikan forma l yang kita dapatkan, kemampuan memperbaiki diri dan pengalaman juga merupakan hal yang mendukung upaya pendidikan seseorang di dalam bermasyarakat. Tanpa itu pengembangan in d ividu cenderung tidak akan menjadi lebih baik. Pendidikan karakter diharapkan tid ak membentuk s iswa yang suka tawuran, nyontek, malas, pornografi, penyalahgunaan obat – obatan dan lain – lai n. 3 . Proses Pembentukan Karakter dan Strateginya Pembentukan karakter siswa merupakan sesuatu yang sangat penting tetapi tidak mudah dilakukan, karena perlu dilakukan dalam proses yang lama dan berlangsung seumur hidup. Apalagi karakter itu tidak langsung dimiliki oleh anak sejak ia lahir akan tetapi karakter diperoleh melalui berbagai macam pengalaman di dalam hidupnya. Pembentukan karakter merupakan suatu usaha yang melibatkan semua pihak, baik orang tua, sekolah, lingkungan sekolah, dan masyarakat luas. Oleh karena itu, pembentukan karakter tidak akan berhasil apabila semua lin g kungan pendidikan tidak ada kesinambungan , kerjasama dan keharm onisan. Pembentukan karakter merupakan bagian penting dalam proses pendidikan dalam keluarga. Pada umumnya setiap orang tua berharap anaknya berkompeten dibidangnya dan berkarakter baik.

PAGE – 9 ============
Walgito (2004:79) berpendapat bahwa pembentukan perilaku hingga menja di karakter dibagi menjadi tiga cara yaitu: (1) kondisioni ng atau pembiasaan, dengan memb iasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut; (2) pengertian (insight), cara ini mementingkan pengertian, denga n adanya pengertian mengenai perilaku akan terbentuklah perilaku; (3) model, dalam hal ini perilaku terbentuk karena adanya model atau teladan yang ditiru. Lebih lanjut Zuhriyah (2007:46) berpendapat bahwa dalam penanaman nilai dan pembentukan karakter, su asana belajar, suasana bermain, pembaiasan hidup baik dan teratur yang ada pada anak hendaklah lebih didukung dan semakin dikukuhkan. Anak harus diajak untuk melihat dan mengalami hidup bersama yang baik dan menyenangkan. Menurut Arismantoro (2008:124) sec ara teori pembentukan karakter anak dimulai dari usia 0 – 8 tahun. Artinya di masa usia tersebut karakter anak masih dapat berubah – ubah tergantung dari pengalaman hidupnya. Oleh karena itu membentuk karakter anak harus dimulai sedini mungkin bahkan sejak ana k itu dilahirkan, karena berbagai pengalaman yang dilalui oleh anak semenjak perkembangan pertamanya, mempunyai pengaruh yang besar. Berbagai pengalaman ini berpengaruh dalam mewujudkan apa yang dinamakan dengan pembentukan karakter diri secara utuh. Pembe ntukan karakter pada diri anak memerlukan suatu tahapan yang dirancang secara sistematis dan berkelanjutan. Sebagai individu yang sedang berkembang, anak memiliki sifat suka meniru tanpa mempertimbangkan baik atau buruk. Hal ini didorong oleh rasa ingin ta hu dan ingin mencoba sesuatu yang diminati, yang kadang muncul secara spontan. Sikap jujur yang menunjukkan kepolosan seorang anak merup akan ciri yang juga dimiliki anak. Akhirnya sifat unik menunjukkan bahwa anak merupakan sosok individu yang kompleks yan g memiliki perbedaan dengan individu lainnya. Pembentukan karakter yang dilakukan di sekolah mempunyai fungsi untuk menumbuhkan kesadaran diri. Kesadaran diri merupakan proses internalisasi dari informasi yang diterima yang pada saatnya menjadi nilai – nilai yang diyakini kebenarannya dan diwujudkan men jadi perilaku keseharian. Oleh karena itu, walaupun kesadaran diri lebih merupakan sikap, namun diperlukan kecakapan untuk menginternalisasi informasi menjadi nilai – nilai dan kemudian mewujudkan

PAGE – 10 ============
menjadi perilaku keseharian. Kecakapan kesadaran diri pada da sarnya merupakan penghayatan diri sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, sebagai bagian dari lingkungan, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimilki, sekaligus menjadikannya sebagai modal un tuk meningkatkan dir i sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungannya. Dengan kesadaran diri sebagai hamba Tuhan, seseorang akan terdorong untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, serta mengamalkan ajaran agama yang d iyakininya. Pendidikan agama bukan dimaknai sebagai pengetahuan semata, tetapi sebagai tuntunan bertindak, berperilaku, baik dalam hubungan antara dirinya dengan Tuhan Yang Maha Esa, maupun hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya. Kecakapan kesad aran diri dijabarkan menjadi : 1. Kesadaran diri sebagai hamba Tuhan diharapkan mendorong peserta didik untuk beribadah sesuai dengan tuntutan agama yang dianut, berlaku jujur, bekerja keras, disiplin dan amanah terhadap kepercayaan yang dianutnya. Bukankah ini termasuk prinsip bagian dari akhlak yang diajarkan oleh semua agama ? 2. Kesadaran diri bahwa manusia sebagai makhluk sosial akan mendorong peserta didik untuk berlaku toleran kepada sesama, suka menolong dan menghindari tindakan yang menyakiti orang lain. Bukankah Tuhan YME menciptakan manusia bersuku – suku untuk saling menghormati dan saling membantu? Bukankah heteroginitas itu harmoni kehidupan yang seharusnya disinergikan? 3. Kesadaran diri sebagai makhluk lingkungan merupakan kesadaran bahwa manusia dicipt akan Tuhan YME sebagai kholifah di muka bumi dengan amanah memelihara lingkungan. Dengan kesadaran ini, pemeliharaan lingkungan bukan sebagai beban tetapi sebagai kewajiban ibadah kepada Tuhan YME, sehingga setiap orang akan terdorong untuk melaksanakannya . 4. Kesadaran diri akan potensi yang dikaruniakan Tuhan kepada kita sebenarnya merupakan bentuk syukur kepada Tuhan. Dengan kesadaran ini peserta didik akan terdorong untuk menggali, memelihara, mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang dikaruniakan oleh T uhan, baik berupa fisik maupun psikis. Oleh karena itu, sejak dini siswa perlu diajak mengenal apa

PAGE – 11 ============
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dan kemudian mengoptimalkan kelebihan yang dimiliki dan memperbaiki kekurangannya. Adhin (2006:272) menjelaskan bahwa karakter yang kuat dibentuk oleh penanaman nilai yang menekankan tentang baik dan buruk. Nilai itu dibangun melalui penghayatan dan pengalaman , membangkitkan rasa ingin tahu yang sangat kuat dan bukan menyibukkan diri dengan pengetahuan. Karakter yang kuat cenderung hidup secara berakar pada diri anak bila semenjak awal anak telah dibangkitkan keinginan untuk mewujudkannya. Karena itu jika sejak kecil anak sudah dibiasakan untuk mengenal karakter positif, maka anak akan tumbuh menjadi pri badi yang tangguh, percaya diri dan empati, sehingga anak akan merasa kehilangan jika anak tidak melakukan kebiasaan baiknya tersebut. Ridwan (2012:1) menjelaskan ada tiga hal pembentukan karakter yang perlu diintegrasikan yaitu: 1. Knowing the good , artinya anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan yang harus diambil dan mampu memberikan prioritas hal – hal yang baik. Membentuk karakter anak tidak hanya sekedar tahu mengenai hal – hal yang baik, namun mereka harus dapat memahami kenapa perlu melakukan hal tersebut. 2. Feeling the good, artinya anak mempunyai kecintaan terhadap kebajikan dan membenci perbuatan buruk. Konsep ini mencoba membangkitkan rasa cinta anak untuk melakukan perbuatan baik. Pada tahap ini anak dilatih untuk merasakan efek dari perbuatan b aik yang dia lakukan. Sehingga jika kecintaan ini sudah tertanam maka hal ini akan menjadi kekuatan yang luar biasa dari dalam diri anak untuk melakukan kebaikan dan mengurangi perbuatan negatif. 3. Active the good, artinya anak mampu melakukan kebajikan dan terbiasa melakukannya. Pada tahap ini anak dilatih untuk melakukan perbuatan baik sebab tanpa anak melakukan apa yang sudah diketahui atau dirasakan akan ada artinya ( http://www.adzzikro.com ). Matta (2003:67 – 70) menjelaskan beberapa kaidah pembentukan karakter sebagai berikut: 1. Kaidah kebertahapan , a rtinya proses perubahan, perbaikan dan pengembangan harus dilakukan secara bertahap. Anak tidak bisa berubah secara tiba – tiba

117 KB – 21 Pages